Senin, 27 Desember 2010

Kharisma Dikenal Pendiam dan Berprestasi

Mahasiswi UI Hilang

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahasiswi Biologi Universitas Indonesia (UI) angkatan 2010, Kharisma Saviri (20), dikenal sebagai sosok pribadi yang pendiam. Dia pun diketahui sebagai mahasiswi yang berprestasi karena mampu masuk ke UI melalui jalur beasiswa.
Sehari sebelum diketahui hilang, seorang teman kampus Kharisma, Abas yang merupakan mahasiswa Biologi angkatan 2008, sempat bertemu dan berbincang dengan gadis asal Surabaya tersebut. Ketika itu, Kharisma tampak normal tidak ada keluhan apa pun yang terlontar dari mulutnya.

"Nggak banyak yang dibicarakan karena dia memang orang pendiam. Waktu itu dia normal-normal saja, nggak kelihatan sakit atau apa pun," ucap Abas, Senin (27/12/2010), saat dihubungi Kompas.com.

Ketika itu, lanjutnya, dia dan Kharisma hanya menanyakan kabar. "Waktu itu dia bilang lagi mau ujian, memang banyak mahasiswa 2010 saat itu sedang ujian. Tapi habis itu, sudah pergi lagi," ucapnya.

Kharisma, ungkap Abas, memang terkenal sebagai sosok yang pendiam. Namun, dia juga berprestasi karena mampu masuk UI melalui jalur beasiswa. Hingga kini, organisasi ikatan mahasiswa di Jurusan Biologi juga sudah mencari ke pelosok UI.

"Lewat SMS tanya sana-sini juga sudah dilakuin, tapi belum ketemu juga. Kayaknya kami akan mencari ke Bogor," ungkap Abas.

Ketika ditanyakan apa kaitannya Bogor dengan Kharisma, Abas mengaku tidak tahu menahu. Pasalnya, dia juga tidak tahu persis kegiatan Kharisma seperti apa.

Saat Kompas.com mengunjungi Departemen Biologi UI, kampus memang tampak sepi karena tengah berlangsung Ujian Akhir Semester (UAS). Hanya segelintir mahasiswa senior yang tengah menyiapkan tugas akhirnya. Sementara mahasiswa yang seangkatan dengan Kharisma masih menjalani ujian.

Kharisma merupakan mahasiswi Biologi UI semester 1 angkatan 2010. Kharisma diketahui menghilang sejak Kamis (16/12/2010). Mahasiswi kelahiran tahun 1990 tersebut terakhir terlihat mengobrol bersama rekannya, Ema, di ruang tamu kos-kosannya pada Rabu (15/12/2010) malam.

Jumat, 24 Desember 2010

2015, Dana Sertifikasi Rp 60 Triliun


JAKARTA, KOMPAS.com — Pada 2015 nanti diperkirakan pemerintah harus menyediakan anggaran pembayaran tunjangan profesi guru sedikitnya Rp 60 triliun. Untuk 2011 mendatang, kuota sertifikasi guru akan dinaikkan hingga 50 persen, yaitu dari 200.000 guru menjadi 300.000 guru.

Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal mengemukakan kebijakan pemerintah tersebut di acara peluncuran fasilitas komunikasi tatap muka jarak jauh (telepresence) di Jakarta, Rabu (22/12/2010). Sementara itu, Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kemdiknas Baedhowi meminta Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) untuk berkoordinasi dengan dinas pendidikan kabupaten/kota untuk dapat memenuhi target pengumpulan berkas sertifikasi.

"Berkas yang diusulkan adalah yang telah memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) supaya pelaksanaannya lancar," kata Baedhowi.

Terkait pembayaran tunjangan profesi guru pada 2011, Beadhowi meminta agar LPMP menyiapkan lampiran tunjangan profesi tahun 2011, baik yang akan dibiayai dinas pendidikan kabupaten/kota maupun provinsi.

"Kami segera mengirimkan surat dalam satu dua hari ini untuk meminta berkas kepada semua dinas kabupaten/kota yang akan diajukan tunjangan profesinya pada 2011. Pembayaran tunjangan profesi para guru sudah harus dibayarkan pada bulan Februari baik di kabupaten maupun provinsi," kata Baedhowi.

Pendidikan Karakter Jangan Indoktrinasi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pendidikan karakter yang bakal gencar dilaksanakan di dunia pendidikan Indonesia semestinya dilaksanakan dalam rangka membentuk dan memperkuat karakter bangsa. Karena itu, pendidikan karakter perlu dipersiapkan dengan matang dan dilaksanakan secara bertahap supaya tidak menjadi sekadar pengetahuan atau indoktrinasi.

Selain itu, pendidikan karakter yang dikembangkan sudah seharusnya berakar dari budaya bangsa Indonesia yang menyepakati Bhineka Tunggal Ika. Pendidikan karakter yang ditanamkan pada anak-anak lewat pendidikan formal meliputi nilai-nilai yang khas Indonesia dan nilai-nilai universal.

"Tidak bisa pemerintah mau gampang saja soal pendidikan karakter. Harus dipersiapkan dulu dasarnya dan bagaimana nanti bisa melaksanakannya dengan baik. Jangan sampai pendidikan karakter yang sebenarnya bagus itu nasibnya sama seperti Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) di masa Orde Baru yang bentuknya indoktrinasi," kata HAR Tilaar, Guru Besar Emeritus Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dalam diskusi terbatas sejumlah pemerhati masalah pendidikan di Jakarta, Kamis (23/12/2010).

Tilaar mengatakan, Bhineka Tunggal Ika mampu menjadi keunikan negara dan bangsa Indonesia di tengah arus globalisasi. Keberhasilan Indonesia membentuk karakter anak-anak bangsa yang mampu hidup berdampingan dalam beragamnya suku bangsa, agama, ras, dan antargolongan akan menjadi kontribusi terbesar bangsa ini di kancah global.

Charlotte K Priatna, Direktur Sekolah Athalia, menjelaskan mudah saja untuk menyampaikan pendidikan karakter dalam teori atau mata pelajaran. Namun, sekolah yang memang berkomitmen untuk membentuk anak-anak yang cerdas dan berkarakter justru harus mampu membudayakannya di dalam diri anak-anak yang didukung semua anggota komunitas sekolah.

"Jangan pendidikan karakter itu cuma letupan-letupan saja. Seperti kantin jujur yang bagus, kini hampir tak lagi terdengar gaungnya. Kita harus komitmen untuk menjalankan pendidikan karakter di setiap sekolah," kata Charlotte.

Sekolah yang terdiri dari prasekolah hingga SMA tersebut selama 15 tahun menerapkan pendidikan karakter yang berkesinambungan. Di SD, misalnya pendidikan karakter untuk menjadikan siswa yang mandiri bertanggung jawab, sedangkan di SMP membentuk siswa yang peduli dan berbagi. Sementara di SMA diperkuat dengan pembentukan karakter yang mampu memberi pengaruh pada orang lain lewat kepemimpinan serta berkontribusi pada lingkungannya.

Menurut Charlotte, pendidikan karakter untuk anak mesti dibangun dengan memperkuat komunitas sekolah. Orang tua atau keluarga juga mesti terlibat dengan adanya program parenting class yang diadakan di sekolah.

Rabu, 22 Desember 2010

Sekolah Aman Masih Minim

JAKARTA, KOMPAS.com - Kerusakan atau kerugian di sektor pendidikan saat bencana terbilang tinggi. Kerusakan sekolah akibat bencana alam di Indonesia yang terdata sejak tsunami Aceh tahun 2004 hingga saat ini bisa mencapai mencapai 30-90 persen dari kerusakan sektor lain seperti kesehatan, agama, dan budaya.
Selain itu, Indonesia juga memiliki banyak sekolah di provinsi risiko gempa tinggi. Sebagian besar sekolah dari jenjang SD hingga sekolah menengah terdata berada di daerah rawan bencana, yang terbanyak untuk jenjang pendidikan dasar dari SD dan SMP.

Kesiagaan sekolah menghadapi bencana tidak bisa lagi ditawar-tawar. Bukan hanya untuk menyelamatkan siswa dan guru serta infrastruktur sekolah. Di sisi lain yang terpenting juga untuk tetap menghilangkan kesempatan belajar pada anak.

Kondisi tersebut terungkap dalam Konferensi Nasional Sekolah Aman yang digelar Badan Penanggulangan Bencana (BNPB), Plan Indonesia, dan UNESCO di Jakarta, Senin (20/12/2010). Sekolah Aman merupakan bagian dari kampanye global salah satu badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengkampanyekan satu juta sekolah dan rumah sakit aman di dunia.

Iwan Gunawan, perwakilan dari Bank Dunia, mengatakan jumlah sekolah Indonesia termasuk empat yang terbesar di dunia. Karena itu, sekolah juga mesti diantisipasi untuk memiliki kesiagaan bencana, baik dari struktur bangunan sekolah maupun manajemen kesiagaan sebelum, saat, dan setelah bencana.

Apalagi dari pendataan mulai dari tsunami Aceh, gempa Yogya, banjir Jabodetabek, gempa Bengkulu Sumbar, gempa Jawa Barat, gempa Sumbar, hingga letusan merapi, persentase kerusakan-kerugian di sektor pendidikan terbilang tinggi. "Perlu kajian cepat sekolah-sekolah yang berisiko tinggi terkena bencana maupun kerentanan sekolah itu sendiri," kata Iwan.

Ardito M Kodijat, Disaster Risk Reducation Coordinator UNESCO Office Jakarta, mengatakan di Indonesia memang tidak banyak anak sekolah yang jadi korban saat berada di sekolah. Hal itu, antara lain karena kejadian berbagai bencana ketika tidak jam sekolah.

"Bencana bisa datang kapan saja. Anak-anak di sekolah merupakan kelompok yang rentan menjadi korban jika lingkungan sekolah tidak aman. Kalau kita tidak menyiapkan sekolah, itu hanya akan jadi bom waktu di Indonesia,' kata Ardito.

Ardito mengatakan di dunia terdapat 1,2 miliar siswa. Sebanyak 875 juta siswa, termasuk di Indonesia, berada di daerah rentan gempa bumi. "Sebagian besar kehidupan anak di sekolah, Namun banyak sekolah yang bangunannya tidak sesuai standar," ujar Ardito.

Kampanye sekolah aman untuk aman itu bertujuan untuk menyadarkan banyak orang tentang keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan anak dalam mengenyam pendidikan. Semakin banyak orang yang sadar akan semakin tinggi tuntutan mewujudkan sekolah aman.

Senin, 20 Desember 2010

UN SMP dan SMA Dilaksanakan Mei 2011

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan Badan Standar Pendidikan Nasional telah siap dengan formula baru penilaian kelulusan siswa dari satuan pendidikan. Untuk itu, pelaksanaan ujian nasional tahun ajaran 2010/2011 hanya dilaksanakan satu kali pada bulan Mei 2011. Ujian nasional (UN) utama untuk SMA/SMK

digelar pada minggu pertama Mei 2011, sedangkan untuk SMP pada minggu kedua Mei 2011. Adapun UN susulan bagi mereka yang belum mengikuti UN utama dilaksanakan satu minggu kemudian. Pada tahun ini UN ulangan ditidakan. Adapun ujian sekolah diadakan sebelum pelaksanaan UN.

Demikian perubahan yang terungkap dalam sosialisasi kebijakan UN Tahun Pelajaran 2010/2011 yang dilaksanakan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) dan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) di Jakarta, Kamis (17/12).

Kegiatan tersebut selain untuk mensosialisasikan juga meminta masukan soal perubahan UN dari dinas pendidikan kota/kabupaten dan perguruan tinggi.Pemerintah memnag telah memgang formula baru. Namun, sebelum ditetapkan secara resmi, pemerintah dan BSNP meminta masukan dari daerah apakah perubahan dalam pelaksanaan UN 2011 bisa diterima dengan baik.

Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh mengatakan dengan adanya formula baru yang mengevaluasi siswa secara komprhensif selama tiga tahun belajar, polemik UN yang muncul tiap tahun diharapkan bisa berhenti. "Kita nantinya mesti lebih fokus pada apa yang perlu dikerjakan atau diperbaiki dari hasil UN," ujar Nuh.

Ketua BSNP Djemari Mardapi mengatakan penilaian kelulusan antara UN dan hasil belajar di sekolah tidak lagi saling memveto, namun bisa saling membantu. Untuk itu, penilaian UN digabung dengan nilai dari sekolah.

Kelulusan siswa dari sekolah dengan melihat nilai gabungan rencananya dipatok minimal 5,5. Nilai gabungan merupakan perpaduan nilai UN dan nilai sekolah untuk setiap mata pelajaran UN.

Rumus yang ditawarkan pemerintah untuk nilai gabungan = (0,6 x nilai UN) + (0,4 x nilai sekolah). Nilai sekolah dihitung dari nilai rata-rata ujian sekolah dan nilai rapor semester 3-5 untuk tiap mata pelajaran UN.

Nuh mengatakan bobot UN mesti lebih besar dari nilai sekolah untuk mengontrol hasil kelulusan. Pasalnya, dari data-data yang ada masih banyak sekolah yang me-mark up nilai siswa.

Dengan formula baru ini, rencananya akan dipatok nilai tiap mata pelajaran minimal 4,00. Integrasi nilai UN dan nilai sekolah ini diharapkan jadi pendorong untuk menganggap penting semua proses belajar sejak kelas 1 hingga kelas 3.

Adapun kriteria kelulusan ujian sekolah diserahkan kepada sekolah. Nilai sekolah merupakan nilai rata-rata dari ujian sekolah dan nilai rapor semester 3-5 setiap mata pelajaran yang tidak diujikan dalam UN.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendiknas Mansyur Ramli mengatakan penilaian kelulusan siswa tidak lagi hasil potret evaluasi sesaat. Penilaian dilakukan selama proses belajar siswa di sekolah.

Minggu, 19 Desember 2010

Ilmuwan "Pulang Kampung" dan Berbagi

JAKARTA, KOMPAS.com — Sedikitnya 61 ilmuwan Indonesia yang bekerja di sejumlah negara dijadwalkan hadir dalam International Summit Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional, 16-18 Desember 2010 di Kementerian Pendidikan Nasional. Pertemuan itu, antara lain, akan membahas berbagai hal yang bisa disumbangkan mereka untuk Indonesia, termasuk penemuan-penemuan mereka yang sudah mendapatkan hak paten.
”Pertemuan ini merupakan pemikiran out of the box, yaitu keluar dari yang dipikirkan birokrasi atau institusi riset selama ini,” kata Zuhal, Ketua Komisi Inovasi Nasional, Rabu (15/12/2010) di Jakarta.

Menurut Zuhal, sejarah baru untuk memacu inovasi akan terbentuk jika para penemu paten di luar negeri itu menyepakati implementasinya di Indonesia. Kesepakatan itu pun sekaligus akan mendorong Komisi Inovasi Nasional menerobos semua hambatan aplikasi paten yang selama ini dihadapi.

Menurut Zuhal, birokrasi yang mengurusi paten masih berorientasi birokrat. Semestinya penanganan paten itu berorientasi korporat atau perusahaan yang lebih menghargai kecepatan dan ketepatan.

Ketua Panitia International Summit I-4 Willy Sakareza mengatakan, para ilmuwan Indonesia yang berkarya di sejumlah negara tersebut memiliki paten yang siap diaplikasikan di Indonesia sesuai dengan sistem yang ada sekarang. Paten itu antara lain berkaitan dengan teknologi penyimpanan vaksin berpendingin dan teknologi kamera yang mutakhir, paten di bidang kedokteran umum, paten yang berkaitan dengan antraks, serta paten yang berkaitan dengan kanker. (NAW)

Jumat, 17 Desember 2010

Kiat Melejitkan Kreativitas Anak


JAKARTA, KOMPAS.com - Sistem pendidikan di sekolah yang terlalu berpatokan pada akademis terkadang membuat anak-anak merasa terkekang dan kreativitasnya sulit untuk berkembang. Padahal, banyak sekali potensi dapat digali dari anak-anak, sehingga karakter mereka menjadi lebih berkembang dan cukup kuat di masa depannya.

Mengembangkan kreativitas adalah hal yang penting karena ini merupakan salah satu upaya meningkatkan softskill mereka. Dengan melibatkan serta melatih mereka mengikuti proyek-proyek yang membangun kreativitas,

diharapkan anak-anak mempunyai basic skill yang dapat dikembangkan di masa depannya.

Bila Anda ingin mendapatkan kiat-kiat dan informasi tentang bagaimana melatih dan membangun kreativitas anak, Anda dapat mengikuti Seminar dan Workshop gratis bertajuk "Kiat Melejitkan Kreativitas Anak di Sekolahnya Manusia". Workshop gratis ini akan berlangsung pada Sabtu 18 Desember 2010 mulai pukul 08.00 - 12.00 di SD Lentera Insan Komplek Permata Puri I Blok F8 No.1A Radar AURI Depok, Jawa Barat. Acara Workshop ini akan bawakan langsung oleh Munif Chatib, CEO Next WorldView Education Consultant & Management yang juga penulis buku best seller berjudul Sekolahnya Manusia.

Kenapa sekolahnya manusia? Menurut Fitriani F Syahrul, psikolog yang juga pendiri Yayasan Lentera Insan, setiap anak memiliki kecerdasan sendiri-sendiri di dalam keterbatasnya. Sudah seharusnya mereka belajar di tempat yang dapat memaksimalkan potensinya sebagai manusia, di mana ia telah dikaruniai kecerdasan beragam (mulitple intellegences) oleh Tuhan.

"Lentera Insan adalah sekolah Inklusi yang berada di Depok. Kami meyakini setiap anak mempunyai kecerdasan sendiri-sendiri di dalam keterbatas mereka. Sehingga mereka pun juga berhak untuk menikmati apa yang anak-anak normal lainya dapat nikmati. Sekolah kami menggabungkan antara anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak normal dalam sekolah yang sama, sehingga mereka dapat belajar bagaimana bersosialisasi, berkomunikasi, berempati dan lain-lain. Sehingga tidak saja anak normal tetapi juga anak special need dapat menemukan kondisi akhirnya yang terbaik," paparnya.

Untuk mengikuti kegiatan ini, Anda dapat menghubungi contact person Rendy (085647077316) dan Meli (08161603448) peserta hanya disyaratkan untuk membawa 2 (dua) buku/alat tulis. Buku dan alat tulis yang terkumpul dari peserta ini akan disalurkan bagi anak korban bencana alam.(*)

Kamis, 16 Desember 2010

"Dibungkus", UN Jalan Terus!


JAKARTA, KOMPAS.com — Kementerian Pendidikan Nasional dan Dewan Perwakilan Rakyat sepakat untuk tetap mengadakan ujian nasional atau UN sebagai syarat kelulusan. Namun, UN tidak memveto kelulusan.

Kelulusan seorang siswa juga tergantung pada nilai rapor selama tiga tahun dan ujian sekolah. "Tidak terjadi veto, namun Komisi X memberikan formula," ujar Wakil Ketua Komisi X Rully Chairul Azwar dalam rapat dengar pendapat di DPR, Senin (13/12/2010).

Pihak pemerintah menyetujui formula atau rumus penentuan nilai akhir yang direkomendasikan DPR. Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh menyampaikan, pemerintah 99 persen sepandangan dengan DPR terkait rumus penentuan nilai akhir yang merupakan gabungan nilai seluruh mata pelajaran itu.

"Tinggal detail teknis menyangkut jadwal penyelenggaraan UN dan lain-lainnya," kata Nuh.

Hanya saja, formula atau rumusan penentuan nilai akhir siswa tersebut belum final. Pihak pemerintah berjanji segera merumuskan formula atau rumusan akhir yang menjadi kesimpulan Diknas agar dapat disosialiasikan.

"Tidak bisa lama-lama bagaimana formula yang idelanya supaya siswa bisa segera tahu. Sekarang 13 mata pelajaran dianggap penting semua, mereka tidak hanya belajar enam mata pelajaran saja," kata Rully.

DPR juga meminta kepada Kementerian Pendidikan untuk menyelesaikan persoalan UN lainnya, seperti pengawasan, distribusi naskah dan percetakan, serta pengaturan jadwal penyelenggaraan UN dan ujian sekolah. "Ujian sekolah di luar saja supaya tidak ada rekayasa, baru seminggu kemudian UN," tambah Rully.

Rabu, 15 Desember 2010

Khawatir, Kecurangan UN Kian Sistematis


JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pemerintah menjadikan ujian nasional (UN) 2011 sebagai acuan masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dinilai tidak tepat, selain juga ditentang karena dijadikan bobot terbesar penentu kelulusan peserta didik. Wacana yang datang dari Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh untuk mengupayakan pelaksanaan UN dan menjadikannya sebagai acuan masuk PTN itu sampai kini masih menimbulkan polemik di tengah masyarakat.
"Melihat fakta di lapangan pelaksanaan UN selama ini bukan lagi menjadi rahasia umum bahwa terdapat banyak kekurangan di hampir seluruh daerah. Maraknya kecurangan UN disebabkan pendewaaan UN yang menjadi penentu kelulusan," tegas Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Slamet Nur Achmad Effendy, di Kantor PP Muhammadiyah, Selasa (14/12/2010).

Tak terbayangkan, kata Slamet, ketika UN juga menjadi alat seleksi masuk PTN, kecurangan tersebut kian sistematis terjadi. Sementara itu, jika problema pada permasalahan tersebut belum juga teratasi, kebijakan UN sebagai acuan ke PTN akan sangat merugikan PTN itu sendiri.

"Karena PTN tersebut akan diisi oleh mahasiswa yang secara kompetensi belum tentu bagus dan hal itu disebabkan oleh hasil UN. Dengan hasil UN kemampuan calon mahasiswa belum tentu menggambarkan kemampuannya untuk masuk perguruan tinggi," kata Slamet.

Dia menambahkan, pemerintah, dalam hal ini Menteri Pendidikan Nasional, tidak boleh asal dalam membuat kebijakan UN sebagai acuan ke PTN tanpa kajian yang jelas. Jika itu tetap berjalan, kata dia, pada akhirnya hanya akan menyebabkan siswa yang dikorbankan.

"Agar dapat berjalan baik harus terpenuhi syarat kesinambungan antara kurikulum PTN sebagai bahan yang digunakan untuk membangun SNPMTN dengan kurikulum SMA sebagai bahan dalam membangun UN," papar Slamet.

Selama ini, lanjut Slamet, kurikulum PTN sangat bervariasi dari sisi program studinya dan belum dapat dianggap mampu melayani kurikulum SMA yang hanya terdiri dari beberapa jurusan saja. Lagipula, kurikulum SMA belum dipersiapkan untuk melayani kurikulum PTN.

"Dengan demikian, jika hendak membuat kebijakan UN sebagai acuan ke PTN pertama-tama harus intregasikan dulu kurikulum dan benahi UN agar benar-benar bebas kecurangan dan menjadi alat ukur prestasi yang dapat diandalkan," imbuhnya.

Slamet menambahkan, selama UN masih diwarnai kecurangan yang bahkan dilakukan oleh oknum guru, orang tua, bahkan kepala sekolah, pemikiran mengintegrasikan UN dan SNMPTN sebaiknya ditunda. Di sisi lain, perbedaan kualitas setiap sekolah dan daerah ini juga menjadi perbedaan yang sangat tajam dan perlu pembenahan.

Diberitakan sebelumnya, Komisi X DPR RI dalam rapat kerja dengan Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh di Jakarta, Senin (13/12/2010), menyepakati, dalam formula baru kelulusan siswa dari satuan pendidikan harus mengakomodasi nilai rapor, ujian sekolah, dan ujian nasional (UN). Bahkan, mata pelajaran lain yang tidak masuk UN juga diminta untuk dipakai sebagai pertimbangan kelulusan.

Ketua Panitia Kerja UN Komisi X DPR Rully Chairul Azwar mengatakan, pada kelulusan siswa mulai tahun 2011 jangan lagi dengan penilaian yang saling menjatuhkan. Kegagalan siswa lulus dari sekolah selama ini banyak didominasi hasil UN yang tidak mencapai nilai minimal.

Sementara itu, meski bersedia menerima masukan Komisi X DPR, Mendiknas Mohammad Nuh masih tetap ingin supaya dalam penghitungan nilai akhir siswa yang menjadi acuan standar kelulusan tetap memberi bobot yang lebih besar pada hasil UN. Nuh beralasan, nilai UN perlu untuk mengontrol nilai sekolah.

Pelajaran Agama Islam Masuk UN

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Pelajaran agama Islam menjadi salah satu mata uji dalam ujian nasional di seluruh wilayah DI Yogyakarta untuk tahun ajaran ini. Akan tetapi , hasil ujian nasional pelajaran agama Islam tidak menjadi syarat mutlak kelulusan pelajar.

Kepala Bidang Perencanaan dan Standarisasi Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi DI Yogyakarta Baskara Aji mengatakan, ujian nasional (UN) pelajaran agama Islam (PAI) akan diselenggarakan di tingkat SD, SMP, dan SMA/SMK.
"Waktunya akan disesuaikan dengan jadwal UN," katanya di Yogyakarta, Selasa (14/12/2010).

Diperkirakan, jumlah peserta UN PAI mencapai sekitar 130 ribu pelajar atau 90 persen dari jumlah pelajar SD sampai SMA/SMK di DIY. Selain agama Islam, belum ada rencana agama lain akan turut diujikan dalam UN.

Ujian untuk agama-agama non-Islam masih akan dilakukan seperti tahun-tahun sebelumnya, yaitu ujian akhir sekolah dengan soal yang dibuat oleh sekolah masing-masing.

Menurut Baskara, UN PAI dilaksanakan karena Kementrian Agama ingin memetakan daya serap pelajaran agama Islam di kalangan pelajar. Untuk itu, sejumlah daerah dipilih sebagai daerah pemetaan, salah satunya Provinsi DI Yogyakarta. Tahun lalu, UN PAI ini telah dilaksanakan di seluruh sekolah di Kabupaten Bantul.

Karena dimaksudkan untuk pemetaan, hasil UN PAI tidak mutlak menentukan kelulusan pelajar. Sekolah juga berhak menentukan batas minimal kelulusan UN PAI. Selain itu, nilai UN PAI juga tidak dimaksudkan untuk keperluan mendaftar sekolah di jenjang lebih tinggi.

"Hasil UN PAI ini akan terpisah dari lembar surat keterangan hasil ujian nasional yang biasa digunakan untuk mendaftar sekolah," ucap Baskara.

Selasa, 14 Desember 2010

KANKER HATI - RADANG HATI -PENGERASAN HATI

INFO PENTING - KANKER HATI

RADANG HATI -PENGERASAN HATI



Pada umumnya orang beranggapan bahwa bila hasil index pemeriksaan fungsi hati menunjukkan angka normal berarti tidak ada masalah dengan hati. Tetapi pandangan ini mengakibatkan munculnya kisah-kisah sedih karena hilangnya kesempatan mendeteksi kanker sejak stadium awal.



Dokter Hsu mengatakan, GOT dan GPT adalah enzim yang paling banyak ditemui di dalam sel-sel hati. Bila terjadi radang hati atau karena satu dan sebab lain sehingga sel-sel hati mati, maka GOT dan GPT akan lari keluar. Hal ini menyebabkan kandungan GOT dan GPT di dalam darah meningkat. Tetapi tidak
adanya peningkatan angka GOT dan GPT bukan berarti tidak terjadi pengerasan pada hati atau tidak adanya kanker hati. Bagi banyak para penderita radang hati, meski kondisi radang hati mereka telah berhenti, tetapi dalam hati (liver) mereka telah terbentuk serat-serat dan pengerasan hati. Dengan terbentuknya pengerasan hati, maka akan mudah sekali untuk timbul kanker hati.



Selain itu, pada stadium awal kanker hati, index hati juga tidak akan mengalami kenaikan. Karena pada masa-masa pertumbuhan kanker, hanya sel-sel di sekitarnya yang diserang sehingga rusak dan mati. Karena kerusakan ini hanya secara skala kecil maka angka GOT dan GPT mungkin masih dalam batas normal, katakanlah naik pun tidak akan terjadi kenaikan yang tinggi. Tetapi oleh karena banyak orang yang tidak mengerti akan hal ini sehingga berakibat terjadilah banyak kisah sedih.



Penyebab utama kerusakan hati adalah:



1. Tidur terlalu malam dan bangun terlalu siang adalah penyebab paling utama.

2. Tidak buang air di pagi hari.

3. Pola makan yang terlalu berlebihan.

4. Tidak makan pagi.

5. Terlalu banyak mengkonsumsi obat-obatan.

6. Terlalu banyak mengkonsumsi bahan pengawet, zat tambahan, zat pewarna, pemanis buatan.

7. Minyak goreng yang tidak sehat. Sedapat mungkin kurangi penggunaan minyak goreng saat menggoreng makanan, hal ini juga berlaku meski menggunakan minyak goreng terbaik sekalipun seperti olive oil. Jangan mengkomsumsi makanan yang digoreng bila kita dalam kondisi penat, kecuali dalam kondisi tubuh yang fit.

8. Mengkonsumsi masakan mentah (sangat matang) juga menambah beban hati. Sayur mayur dimakan mentah atau dimasak matang 3 - 5 bagian. Sayur yang digoreng harus dimakan habis saat itu juga, jangan disimpan.



Kita harus melakukan pencegahan dengan tanpa mengeluarkan biaya tambahan. Cukup atur gaya hidup dan pola makanan sehari-hari. Perawatan dari pola makan dan kondisi waktu sangat diperlukan agar tubuh kita dapat melakukan penyerapan dan pembuangan zat-zat yang tidak berguna sesuai dengan "jadwalnya".



Sumber : http://www.javajamu.blogspot.com/

Senin, 13 Desember 2010

Manusia dan Dimensi Ruang dalam Fisika


Indrawan Nugroho

KOMPAS.com - Di usia yang relatif masih muda, Indrawan dipercaya memimpin sebuah perusahaan konsultan pengembangan sumber daya manusia (SDM). Kepeduliannya terhadap Indonesia diwujudkan dengan membangun Komunitas SuksesMulia bersma rekan-rekannya dengan wujud aktivitas berupa Gerakan SuksesMulia. Hidup manusia tidak bisa sendiri.

"Proses pengembangan diri manusia tidak bisa dilakukan dengan separuh-separuh, apalagi parsial. Treatment pada manusia sejak dini itu harus diberikan secara utuh, menyeluruh, dan melingkupi seluruh dimensi kemanusiaannya," ujar Indrawan Nugroho, Direktur sekaligus Master Trainer dari Kubik Training, sebuah perusahaan konsultan pengembangan SDM, kepada Kompas.com di Jakarta, Sabtu (4/12/2010).

Meski masih berusia muda, pria kelahiran Jakarta, 8 November 1976, ini telah dipercaya memberikan seminar dan pelatihan pengembangan diri untuk beragam jenis audiens, mulai dari pelajar, mahasiswa, penghuni lembaga pemasyarakatan, guru, dokter, LSM, instansi pemerintah, juga staf hingga para pimpinan perusahaan-perusahaan besar di Indonesia dan beberapa negara tetangga di Asia. Bersama rekannya, Farid Poniman, Indra mendirikan Kubik pada November 1999, yaitu tepat di saat Indonesia sedang berupaya keluar dari krisis yang baru saja menerpa.

"Di saat krisis, ketika semua nilai aset jatuh, maka satu-satunya aset yang bisa diandalkan untuk menyelamatkan bangsa ini adalah aset sumber daya manusia. Ketika sebuah bangsa memiliki manusia yang tangguh, cerdas, dan punya komitmen besar untuk bangkit, maka bangsa itu bukan hanya akan selamat dari krisis, tapi akan tumbuh menjadi bangsa yang lebih besar lagi," ujar lulusan Bachelor of Commerce dari The University of Melbourne Australia di juruan Management and Industrial Relations dan Magister Psikologi Terapan jurusan Psikologi SDM di Universitas Indonesia ini.

Ia menuturkan, bermula hanya menyewa sebuah ruko di kawasan Cempaka Putih Timur, Jakarta Pusat, dengan dibantu lima orang karyawan, Kubik tertatih-tatih sampai akhirnya berkembang menjadi sebuah perusahaan penyedia pelatihan pengembangan diri premium yang dipercaya berbagai lembaga dan perusahaan besar di Indonesia. Selain Kompas Gramedia Group, Fortune 100 Indonesia seperti Telkom, Astra Internasional, Pertamina, CIMB Niaga, Bank Mandiri, BCA, BRI, Indosat, Freeport, Adhi Karya, Bakrie & Brothers, Holcim Indonesia, Perusahaan Gas Negara, Jamsostek, Adira Finance, Samudera Indonesia Group adalah sederet nama kliennya.

"Karena treatment pada manusia itu harus utuh, menyeluruh, dan melingkupi seluruh dimensi kemanusiaannya, maka kami menamakan usaha kami ini dengan ‘kubik’, yang merupakan satuan dimensi ruang dalam fisika," ucap penulis buku best-seller "Kubik Leadership" (2005) dan "DNA SuksesMulia" (2010).

Semangat idealisme itu terlihat dari modul dan model pelatihan yang dimiliki Kubik. Tak heran, Indra menuturkan, seringkali sebuah pelatihan harus melibatkan banyak sekali pelatih, fasilitator, dan kru dengan spesialisasi keahlian berbeda-beda. Bahkan, perbandingan peserta dengan tim pelatihannya bisa mencapai 1 berbanding 3.

"Semua dilakukan karena ingin memberikan hasil yang maksimal. Pelatihan itu bisnis yang bukan hanya bisnis, melainkan juga sebuah misi mulia, yaitu edukasi yang diharapkan mampu membentuk dan mengembangkan pribadi manusia secara utuh," imbuh mantan Manajer Press and Information Center yang didirikan United Nations Development Program (UNDP ) untuk Komisi Pemilihan Umum pada Pemilu 2004 lalu.

Berbekal pengalamannya membuat film dan aktif di teater, Indrawan perlahan mampu mengombinasikan kedalaman materi pelatihan dengan kemasan yang menyenangkan. Produk-produk pelatihan yang mutakhir di tempatnya memimpin saat ini adalah buah karyanya.

"Namun kreatif saja tidak cukup, melainkan juga harus ada kolaborasi yang baik dan solid," tutur laki-laki yang dikaruniai dua orang anak laki-laki dan satu perempuan ini.

Kini, setelah 11 tahun berkarya di Indonesia, Indrawan bertekad memulai ekspansinya ke negara tetangga. Rencananya, setelah dipercaya beberapa kali memberikan pelatihan untuk beberapa lembaga dan perusahaan di Brunei Darussalam, Malaysia, dan Hongkong, Kubik akan memulai ekspansi pertamanya ke Malaysia. Hal itu diakuinya wajar mengingat buku Kubik Leadership yang ditulisnya sudah diterbitkan dalam bahasa melayu dan menjadi best-seller di Malaysia.

"Membuat pelatihan itu bukan pekerjaan yang sulit selama kita mampu menyajikan solusi esensial bagi peserta," kata Indrawan.

Kini, sebagai wujud kepeduliannya terhadap kondisi Indonesia, Indra bersama rekan-rekannya di Kubik membangun Komunitas SuksesMulia dengan wujud aktivitas berupa Gerakan SuksesMulia. Indrawan pun ditunjuk sebagai "bos" di komunitas ini.

"Sebuah gerakan yang kami harapkan mampu mendorong sebanyak mungkin orang bisa meraih harta, tahta, kata, dan cinta yang tinggi, untuk kemudian dipergunakan untuk menjadikannya sebagai sumber manfaat seluas-luasnya bagi orang lain," ucapnya.

Sabtu, 11 Desember 2010

Menulis Tingkatkan Kualitas Guru


BANDUNG, KOMPAS.com - Kebiasaan menulis artikel di media massa sangat membantu guru meningkatkan kualitas pengajarannya. Kualitas guru tidak hanya didapat lewat buku pelajaran, tetapi juga bisa mengambil contoh aktual dalam kehidupan sehari-hari.”Dengan terbiasa menulis artikel, kualitas guru semakin terasah. Murid pun akhirnya diuntungkan dengan kualitas pengajarnya,” kata Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Wahyudin
Zarkasyi dalam seminar ”Guru Menulis di Media Massa” di Aula Dinas Pendidikan Jabar, Kamis (9/12/2010).

Wahyudin mengatakan, peningkatan kualitas guru tak hanya tergantung pada pendidikan formal. Pengetahuan tentang kehidupan sehari-hari menjadi tambahan bagi guru di kelas.

”Meski penulisan artikel di media massa menjadi salah satu syarat kenaikan tingkat bagi pegawai negeri, saya mengimbau mereka selalu menulis untuk meningkatkan kualitas pribadi, siswa, dan masyarakat,” katanya.

Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Sahat Sahala Tua Saragih mengatakan, guru harus memiliki minat dan kemauan besar untuk menjadi pendidik masyarakat. Dengan menulis artikel, guru turut melaksanakan tiga fungsi media massa, yakni sebagai pendidik, pemberi informasi, dan pelaku kontrol sosial.

Selain niat dan kemauan, guru harus memiliki referensi dan pengetahuan untuk menunjang kualitas tulisan. Menurut Saragih, hal ini untuk memperkaya tulisan dan mempertanggungjawabkan karyanya.

Kepala Biro Kompas Jabar Dedi Muhtadi mengatakan, artikel adalah pergulatan pemikiran seseorang atas apa yang berkembang di masyarakat. Isinya berupa pendapat, gagasan, pemikiran, dan fakta. Oleh karena itu, untuk mendukung penulisan suatu artikel, Dedi meminta masyarakat peka terhadap permasalahan di sekitarnya.

”Seperti seseorang yang menaiki sepeda, dalam penulisan artikel dibutuhkan banyak latihan agar menghasilkan tulisan yang menarik,” kata Dedi.

Salah seorang peserta, Faujia Munzillah (20), mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, yakin, menulis artikel bisa membantunya bila suatu saat mengajar. Ia bisa dengan leluasa menggabungkan fenomena di masyarakat dengan mata pelajaran yang ia ampu.

Sebaliknya, ia juga bisa memaparkan sisi positif bahan pelajaran kepada pembaca media massa. Hal yang sama dikatakan peserta lain, Sentosa Sembiring (53). Pengalamannya menulis di beberapa media massa sangat mendukung tugas pengajarannya. Ia bisa mudah memaparkan bahan pelajarannya dengan mengambil contoh di masyarakat.

”Namun, harus diakui, meski sudah pernah menulis di media massa, proses belajar tak boleh berhenti. Selera media massa dan masyarakat selalu berubah sesuai dengan perkembangan zaman,” kata dosen Fakultas Hukum Universitas Parahyangan tersebut. (CHE)

Jumat, 10 Desember 2010

Benarkah Anak Jalanan "Biang" Masalah?


MALANG, KOMPAS.com - Anak-anak jalanan di wilayah Kota Malang, Jawa Timur, rata-rata tidak bisa menikmati sekolah formal karena rata-rata sekolah formal cenderung diskriminasi terhadap mereka. Dari 585 anak jalanan yang terdata hanya sekitar lima persen yang bisa menembus sekolah formal, sedangkan lainnya ditolak.

"Banyaknya anak jalanan yang tidak bisa mengenyam pendidikan formal di sekolah ini karena pihak sekolah cenderung diskriminasi terhadap mereka. Banyak alasan yang dikemukakan sekolah untuk menolak keberadaan anak jalanan menempuh pendidikan di sekolahnya," ujar Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) wilayah Malang Tedja K Bawana, Rabu (8/12/2010).

Dia mengemukakan, umumnya sekolah formal tidak mau menerima anak-anak jalanan karena dianggap sebagai "biang" masalah. Bahkan, sikap dan perbuatan mereka dinilai sekolah bisa memengaruhi siswa lainnya.

Tedja mengaku menolak anggapan tersebut, sebab anak-anak jalanan juga punya potensi untuk berprestasi seperti anak-anak lainnya. Bahkan, kata dia, dirinya juga menjamin jika anak-anak jalanan tersebut tidak seperti yang mereka (pihak sekolah) anggap.

"Siswa bermasalah justru banyak dari kalangan yang lebih beruntung, apalagi anak-anak orang kaya yang tidak sedikit terjebak dengan masalah narkoba dan pergaulan bebas," tegas Tedja.

Dia mengakui, Dinas Pendidikan (Diknas) setempat juga telah menyediakan sekolah informal yang bisa menampung anak-anak jalanan. Namun, sekolah informal rata-rata tidak maksimal dalam pengelolaan dan penanganan pendidikannya.

Kamis, 09 Desember 2010

150.000 Dosen Belum Optimal Meneliti


JAKARTA, KOMPAS.com - Dari sekitar 150.000 dosen di berbagai perguruan tinggi serta 10.000 peneliti di berbagai lembaga penelitian, kontribusi mereka dalam melakukan penelitian belum optimal. Dalam acara malam Anugerah Kekayaan Intelektual Luar Biasa (AKIL) 2010, akhir pekan lalu, terungkap hanya sekitar 176 usulan penelitian yang masuk.

Dari 25 anugerah yang disediakan dengan penghargaan untuk setiap peneliti Rp 250 juta, dewan juri hanya memutuskan 15 peneliti yang layak mendapatkan anugerah kekayaan intelektual luar biasa.

Pada penghargaan AKIL pertama tahun lalu, sebenarnya pemerintah menyediakan anugerah untuk 50 peneliti. Namun, penghargaan itu hanya terserap sekitar 50 persen sehingga jumlah penghargaan tahun ini dikurangi menjadi 25 anugerah.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional sekaligus Penasihat AKIL 2010 Djoko Santoso mengatakan, jumlah pelamar yang masuk terlalu kecil dibandingkan potensi peneliti Indonesia.

”Ke depan perlu perbaikan dari sosialisasi dan cara seleksi. Tetapi yang utama bagaimana potensi peneliti Indonesia itu berkembang dan menghasilkan karya penelitian yang luar biasa bagi bangsa ini,” kata Djoko.

Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal menambahkan, pemberian anugerah ini untuk menumbuhkan karya kreatif dan inovatif di kalangan peneliti. Penghargaan AKIL yang memasuki tahun kedua itu merupakan kerja sama Kemendiknas; Kementerian Hukum dan HAM; Kementerian Pertanian; Kementerian Riset dan Teknologi; serta Kementerian Perdagangan.

Sejumlah peneliti yang menerima AKIL 2010 ternyata juga memiliki reputasi sebagai peneliti internasional. Bahkan, ada karya intelektual peneliti Indonesia yang sudah dipatenkan di luar negeri. (ELN)

Guru Masih Terlalu Dominan di Kelas


JAKARTA, KOMPAS.com — Proses belajar-mengajar di sekolah kerap membosankan dan tidak menyenangkan karena guru yang terlalu dominan di ruang kelas.
"Siswa tidak diberikan kebebasan untuk mengekspresikan pendapat yang berbeda sehingga mematikan kreativitas siswa,” kata Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal

dalam diskusi panel Pendidikan Profesi Guru di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Sabtu (4/12/2010).

Ketua Umum PGRI Sulistiyo mengakui, profesionalisme atau kompetensi guru umumnya masih rendah karena guru kurang mendapat pelatihan. (LUK)

Seperti Apa Budaya "Ngekos" di Belanda?


KOMPAS.com - Seperti apa kira-kira belajar dan tinggal di Belanda? Bagaimana budaya "ngekos" atau tinggal di asrama kampus di negeri Kincir Angin tersebut?

Belanda tidak memiliki tradisi akomodasi di kampus. Sebagian besar siswa tinggal di atau dekat kota universitas mereka. Normalnya, beberapa siswa memilih untuk tinggal di rumah dengan orangtua mereka, sementara yang lainnya menemukan akomodasi di kamar khusus untuk mahasiswa dan bisa dijadikan rumah yang ditinggali bersama, dengan siswa lain atau sebagai pemondok dengan keluarga.

Jangan menyesal

Ada banyak pilihan untuk mengatur akomodasi yang cocok untuk anda yang terbaik, tapi pastikan Anda mulai mencari akomodasi secepat mungkin. Hanya saja, mencari akomodasi yang baik dan terjangkau dapat menjadi "masalah" di Belanda.

Hampir semua kota universitas mengalami kekurangan akomodasi. Banyak siswa Belanda sulit menemukan akomodasi yang sesuai di dekat kampusnya. Untuk itu, jika Anda mengambil bagian dalam program pertukaran atau terdaftar di program studi internasional, sangat mungkin bahwa sebuah kamar akan diatur untuk Anda dan harus segera menerimanya atau akan menyesal nanti. Silahkan periksa sebelumnya situasi akomodasi di universitas Anda.

Tinggal bersama?

Di Belanda, mahasiswa biasanya memiliki kamar sendiri. Namun, hal itu tergantung pada rumah tempat Anda tinggal dan Anda mungkin harus berbagi kamar mandi, toilet, dapur dan ruang tamu dengan siswa lain.

Di Belanda, adalah hal yang umum bagi pria dan perempuan untuk tinggal bersama dalam satu rumah. Jika ini merupakan masalah bagi Anda, Anda harus menginformasikan hal ini secepat mungkin.

Mengingat kekurangan akomodasi yang baik, Anda mungkin menemukan ruangan Anda ditawari agak kecil dan di bawah standar dari yang diharapkan. Biasanya, ada sedikit yang bisa dilakukan tentang hal ini, karena kebanyakan lembaga cukup puas jika mereka dapat menemukan akomodasi di semua untuk semua siswa mereka.

Sewa dan tagihan

Akomodasi juga bisa mahal, terutama di kota-kota besar. Untuk itu, cari tahu sebelumnya biaya sebuah kamar. Selain itu, jangan lupa untuk menyertakan biaya tambahan seperti deposito dan tagihan lain (gas, air, dan listrik). Khusus yang terakhir itu tidak selalu termasuk dalam sewa.

Memang, sebagian besar kontrak sewa dijalankan selama sedikitnya enam bulan atau satu tahun bila Anda terdaftar pada program kursus. Pertimbangkan hal-hal ini terlebih dahulu untuk menghindari kejutan-kejutan yang tidak menyenangkan nanti.

Namun, jangan khawatir tentang cara mencari informasi termudah dalam urusan akomodasi di Belanda. Situs Studychoice.nl bisa dijadikan referensi untuk membantu memberikan informasi tentang biaya rata-rata sewa kamar di kota-kota pelajar. Juga, situs ini akan memberikan informasi tentang kualitas di kota mana Anda akan menempuh studi dan tinggal.

Berperabot atau tidak?

Sebaiknya, cari tahu apakah ruangannya dilengkapi dengan perabotan atau tidak. Kualitas bisa sangat bervariasi, dan perabot dapat berkisar dari hanya satu tempat tidur dan kursi untuk sebuah ruangan lengkap dengan koneksi internet.

Namun, jika Anda memutuskan untuk menyewa kamar tanpa perabotan, Anda dapat membeli perabotan murah di toko bekas di kota Anda. Siap?

Rabu, 08 Desember 2010

Penghapusan UN Masih Sebatas Wacana


GORONTALO, KOMPAS.com - Dinas Pendidikan Kota Gorontalo menyatakan bahwa penghapusan Ujian Nasional (UN) pada 2011 mendatang baru sebatas wacana. Sampai saat ini belum ada informasi yang jelas terkait penghapusan tersebut. Kepala Seksi Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Dinas pendidikan Kota Gorontalo, Suleman Abdullah mengatakan, keputusan Mahkamah Agung (MA) menilai UN selama ini sarat masalah sehingga

perlu ditinjau ulang oleh Pemerintah. Dengan demikian, UN tidak berarti segera dihapuskan.

"Namun kami belum mendapatkan informasi yang jelas, sehingga pelaksanaan UN tetap dipersiapkan," kata Suleman, Senin (6/12/2010).

Menurutnya, UN tetap dianggap oleh pemerintah sebagai salah satu tolak ukur penilaian keberhasilan pendidikan. Untuk itu, pihaknya tengah mempersiapkan pelaksanaan UN sesuai dengan peraturan Menteri Pendidikan Nasional saat ini dengan melakukan pertemuan rutin bersama guru-guru di kota tersebut.

Diberitakan sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akan tetap mendukung pelaksanaan ujian nasional (UN) 2011 dengan syarat tidak menjadi penentu mutlak kelulusan siswa. Untuk itu, Komisi X DPR memberi waktu pada Kementerian Pendidikan Nasional dan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) untuk merumuskan formula baru UN yang tidak memveto kelulusan siswa sebelum masa sidang DPR berakhir pada pertengahan Desember ini.

Selasa, 07 Desember 2010

.::NYONTEK::.


Cheat
Menyontek adalah pekerjaan 'sambilan' bagi siswa.
Apalagi saat ujian sedang dilaksanakan.

"Bukan pelajar namanya kalau belum pernah menyontek"

Kira-kira begitulah pemikiranku saat itu.
Gak tanggung-tanggung,
buku paket pun pernah membantuku menjawab soal.
he..he..

Tapi itu dulu!!
Sekarang alhamdulillah tidak lagi.
Soalnya kapok, nilai pernah anjlok karena nyontek teman.
Aku remidi ke guru yang bersangkutan, sendirian.
Ugh! Bener-bener ngeselin...

Belum lagi harus mendengar ceramah guru tersebut.
Sementara teman contekan aku dapat nilai bagus.
Tertinggi malah!
Benar-benar tidak setia kawan!!!
Dugaanku sih dia sengaja memberi jawaban yang salah kepadaku.
Biar nilaiku jelek.
Tapi kok setega itu???
Atau mungkin ada penyebab lainnya.

Begitulah kawandh...
Pengalaman seru tentang asiknya menyontek
Dan ternyata budaya menyontek masih dibudidayakan oleh siswa sekolahan
Apalagi pas ada ulangan
Ada-ada saja faktor pendorong untuk menyontek
Karena tadi malam belum belajar bab ini lah,
Tadi malam nonton TV lah,
Lupa bab apa saja yang telah dipelajari lah,
dan banyak lagi alasan lain
(Soalnya yang bikin aku menyontek cuma itu...)


Menurut pengalaman saya, banyak cara jitu untuk menyontek:
1. Buku paket/LKS/catatan diletakkan di laci meja. Biar kalau mau nyontek, kita tinggal
membuka buku 'diam-diam'
2. Membuat catatan di kertas kecil yang berisi rangkuman materi.
3. Perkembangan teknologi semakin maju. Begitu pun dengan budaya menyontek. Siswa bisa
menyontek temannya yang berada di ruangan lain dengan menggunakan media SMS atau
Chatting.


Kalau kita perhatikan, sebenarnya banyak juga dampak negatif menyontek:
1. Kita tidak percaya bahwa kita bisa. Itu sama saja dengan tidak PD!
2. Kita akan bergantung pada teman untuk menjawab soal. Beruntung kalau teman 'langganan'
menyontek kita lebih pintar, baik, jujur, dan sehat wal afiat. Coba kalau teman kita itu lagi sakit gigi lah misalnya, pasti dia akan susah berpikir dan malas untuk berbicara kepada orang lain. Akibatnya, dia tidak mau memberi contekan kepada kita.
4. Jika nilai kita tinggi karena menyontek, pasti tidaklah bangga karena nilai itu bukan hasil pemikiran kita sendiri. Isn't it?
5. Pulsa akan habis untuk meminta jawaban lewat SMS
6. Mungkin ini yang terparah!
Jika ketahuan menyontek oleh pengawas, kita akan di keluarkan dari ruangan. Itu [mungkin] masih mending! Kalau kita dilaporkan ke pihak sekolah, dikenakan sanksi yang [misalnya] tidak boleh mengikuti ulangan lagi??!!! Dapat nilai dari mana coba??

Masih banyak lagi kerugian menyontek. Oleh karena itu, Ayo sama-sama memerangi kebiasaan ini!!!


Our Lovely Prophet Muhammad SAW bersabda,
"Tinggalkanlah apa-apa yang tidak berguna bagimu"

So, we must avoid cheat culture!!!!!


Ada banyak alternatif jalan jika kita kebingungan menjawab soal
1. Berdoa agar diberi kemudahan untuk menjawab soal
2. Biar tidak stres, coba deh kita lihat tingkah laku teman kita yang akan menyontek. Tingkah mereka yang berusaha menyontek tanpa sepengetahuan pengawas sangat lucu jika diamati. Ekspresi wajahnya itu lho, yang sering bikin aku tertawa. Biasanya, mukanya memelas minta jawaban. Apalagi ada yang ketahuan menyontek, lalu ditertawakan seisi ruangan. Benar-benar memalukan!!!Bagi kita ya, tertawa saja melihat ekspresi mukanya.
3. Sekarang pikiran kita telah fresh lagi. Kita pun bisa berpikir dengan tenang. Kita bisa me-review ingatan lagi deh...


Setidaknya, hanya itu sajalah yang dapat saya sarankan.
Alhamdulillah selama mencontoh saran ini saya langsung mendapatkan anugerah berupa bayangan jawaban soal.
Jika saran itu belum berhasil,
ya sudah lah,
mungkin menyontek adalah satu-satunya jalan untuk menjawab pertanyaan tersebut......

Senin, 06 Desember 2010

UN Tetap Diselenggarakan Tahun 2011

PALEMBANG, KOMPAS.com - Ujian Nasional (UN) pada tahun 2011 masih tetap diselenggarakan. UN dipertahankan karena dapat mengetahui nilai para siswa sesungguhnya.

Hal itu diungkapkan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh usai memberikan orasi ilmiah dalam rangka wisuda mahasiswa ke-III Universitas Indo Global Mandiri di Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu (4/12/2010).
Menurut Nuh, UN bisa dipakai untuk melihat berapa nilai sesungguhnya dari para siswa yang berasal dari sekolah dengan akreditasi berbeda-beda. Sebab sekolah cenderung memberikan nilai yang sama kepada para siswanya, meskipun akreditasi sekolahnya tidak sama.

Mendiknas menuturkan, modifikasi UN akan dibahas bersama antara Kementerian Pendidikan Nasional dan Komisi X DPR dalam rapat kerja tanggal 13 Desember 2010.

Minggu, 05 Desember 2010

Perempuan Sukses = Seimbang Karir dan Keluarga?

Oleh Hermawan Kartajaya (Founder & CEO, MarkPlus, Inc)
Bersama Nastiti Tri Winasis (Chief Operations, MarkPlus Insight)

KOMPAS.com - “Karir” menempati 10 besar kekhawatiran perempuan dalam kehidupannya, khususnya bagi perempuan bekerja. Hal ini diungkapklan oleh sekitar 7,7 persen dari 1.301 perempuan yang disurvey oleh MarkPlus Insight pertengahan tahun 2010 yang lalu.

Kecemasan apabila tidak suskes dalam karir cukup membayang-bayangi mereka. Jika ditelusuri lebih jauh, sebanyak 16,9 persen dar
220 perempuan yang disurvey mengaku bahwa berhasil di sektor publik adalah segalanya bagi mereka. Memang, bukan angka yang fantastis, tetapi menunjukkan adanya indikasi bahwa karir telah menjadi salah satu salah satu tolok ukur kesuksesan bagi perempuan di Indonesia. Lalu bagaimana dengan keseimbangan antara karir dan keluarga?

Secara kodrati perempuan yang telah menikah dan mempunyai anak bertugas mengasuh anak, mengurus keluarga termasuk mengurus suami. Bahkan, sejak jaman prasejarah, kegiatan “meramu” (= memasak dan tinggal di rumah) adalah urusan perempuan; sedang “berburu” (= bekerja) merupakan urusan laki-laki. Banyak pandangan yang mengatakan bahwa, percuma saja perempuan berhasil dalam karir jika keluarganya berantakan. Oleh karena itu, tolok ukur kesuksesan bagi perempuan masa kini adalah apabila keberhasilan membangun karir dibarengi dengan kesuksesan mengelola rumah tangganya.

Pengaruh budaya dan tradisi ketimuran menjadikan perempuan-perempuan Indonesia mampu berperan menjalankan tugas ganda (bahkan majemuk dan “multitasking”), baik sebagai ibu rumah tangga dalam fungsi pengasuhan anak dan keluarga di sektor domestik sekaligus sebagai wanita pekerja yang sejajar dengan laki-laki di sektor publik. Perempuan secara kodrat telah dilengkapi dengan kekuatan-kekuatan yang tidak dimiliki laki-laki, sekalipun dalam kehidupan rumah tangga pada umunya seorang lelaki memiliki peran lebih tinggi.

Mendefinisikan kesuksesan bagi perempuan Indonesia masa kini khususnya yang sudah menikah, tidaklah mudah. Namun demikian, paling tidak emansipasi bagi perempuan tidak lagi dimaknai sebagai ‘keinginan perempuan untuk sederajat dengan laki-laki’, tetapi lebih ke arah kebebasan untuk memilih jalan hidup. Karena dalam proses menentukan jalan hidupnya tersebut perempuan menggunakan otaknya untuk berpikir, maka perempuan juga harus bertanggung jawab atas pilihannya.

Secara kodrati, perempuan mempunyai tugas melahirkan anak, dan secara budaya perempuan mempunyai tugas mengasuh anak. Kodrat adalah sesuatu yang diberikan Tuhan tanpa bisa ditolak lagi, sementara budaya mengasuh anak apalagi tunduk kepada laki-laki adalah merupakan ”pilihan”, bukan kodrat.

Ketika memasuki jenjang perkawinan, banyak kepentingan perempuan yang kemudian saling berbenturan karena semua tampak menjadi begitu kompleks. Konflik batin terjadi saat seorang perempuan ”dituntut” menjadi ibu yang bertanggung jawab atas keberadaan anak dan tetap utuhnya rumah tangga, tetapi di sisi lain mereka dihadapkan pada keinginan untuk meraih kemajuan dari balik dunia kerja. Kondisi ini memunculkan dilema yang bisa menjadi perangkap bagi perempuan. Mereka kemudian seolah-olah harus memilih salah satu: keluarga atau karir?

Pada dasarnya, hal terpenting adalah menyingkirkan dilema antara ”mana yang lebih penting, keluarga atau karir?”. Di sini seharusnya bisa dijawab dengan bagaimana setiap perempuan memandang nilai sebuah kebahagiaan dalam hidupnya. Ada kelompok perempuan yang merasa bahagia apabila bisa menemani anaknya sepanjang waktu dan melihat anak-anak tumbuh didampingi seorang ibu yang dapat membimbingnya. Rasa bahagia seorang perempuan kelompok ini akan benar-benar terasa bila dapat memenuhi perannya sebagai ibu. Di lain pihak, ada kelompok perempuan yang berpendapat tak perlu harus meninggalkan dunia kerja sepanjang keluarga dan anak-anak dapat menerima hal tersebut. Kelompok ini berpendapat bahwa harus ada usaha untuk memenuhi keinginan agar dua unsur penting dalam hidup perempuan yang telah berumah tangga itu berjalan harmonis. Terlepas dari hal tersebut, pada dasarnya apa pun keputusan yang diambil perempuan, sama-sama mempunya konsekuensi.

Peran majemuk perempuan menuntut keikutsertaan perempuan pada proses pengambilan keputusan, tidak hanya di sektor domestik saja tetapi juga masuk ke ranah publik. Peran majemuk perempuan merupakan perilaku dan tindakan sosial yang diharapkan dapat menciptakan stabilitas dan harmoni dalam keluarga.

Saat ini kemandirian finansial menjadi salah satu obsesi banyak perempuan di kota besar. Sukses berkarir sekaligus mengurus rumah tangga menjadi idealisme mereka. Perempuan bahkan merasa butuh diyakinkan bahwa mereka sanggup menjalankan berbagai profesinya di luar rumah sekaligus menjadi ibu rumah tangga yang baik.

Dukungan dunia kerja pada perempuan pekerja juga semakin meningkat dengan munculnya perbaikan susasana kerja melalui penyediaan sarana khusus bagi perempuan yang memiliki anak, misalnya tempat penitipan anak. Masuknya perempuan ke sektor publik maupun maraknya laki-laki yang mulai merambah sektor domestik akibat munculnya sikap tenggang rasa di kalangan laki-laki untuk meringankan pekerjaan isterinya telah memberikan implikasi yang cukup menguntungkan bagi kalangan pemasar. Jika kita berjalan-jalan di pusat perbelanjaan, sudah tidak asing lagi kita temukan pria yang rela menggendong bayinya sementara si isteri asyik berbelanja. Gendongan bayi yang dirancang untuk dibawa oleh ayah dan kereta bayi dengan pegangan dan roda yang disesuaikan dengan ketinggian badan si ayah paling tidak merupakan contoh kecil dari gejala tersebut. Belum lagi banyaknya laki-laki yang kemudian menyukai kesibukan di dapur sementara si isteri memilih melakukan pekerjaan maskulin tanpa kehilangan sisi femininnya.


-------------------
Artikel ini ditulis berdasarkan analisa hasil riset sindikasi terhadap hampir 1300 responden perempuan di 8 kota besar di Indonesia, SES A-D, Usia 16-50 tahun, yang dilakukan bulan Mei - Juni 2010 oleh MarkPlus Insight berkerjasama dengan Komunitas Marketeers.

Tulisan 37 dari 100 dalam rangka MarkPlus Conference 2011 “Grow With the Next Marketing” Jakarta, 16 Desember 2010, yang juga didukung oleh Kompas.com dan www.the-marketeers.com

Sabtu, 04 Desember 2010

Dampingi Anak di Internet

KOMPAS.com — Banyaknya kasus penculikan remaja putri setelah berkenalan melalui teman baru di Facebook banyak diawali dengan rayuan gombal pria nakal. Iming-iming materi dan kata-kata manis sering menjadi bahan jebakan pelaku untuk mengelabui korban. Tak sedikit remaja putri yang masuk dalam jebakan tersebut, bahkan ada yang berakhir tragis.

Praktisi internet, Judith MS Lubis, menyatakan bahwa data Komite Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada Februari 2010 menunjukkan ada 7 kasus penculikan per bulan dengan kondisi bahwa korban sebelumnya berkomunikasi melalui jejaring sosial Facebook dengan pelaku. Beberapa kasus yang sempat terkuak ke publik adalah penculikan Latifah di Jombang,

Nova di Tangerang, dan Dewi di Pondok Aren, Tangerang. Kasus terakhir adalah Devie Permatasari, siswi SMP 28 Kota Bandung, yang dibawa kabur Reno Tofik alias Tofik Hidayat setelah berkenalan di Facebook.

"Korban-korban itu terjerat karena rayuan pria yang ia kenal di Facebook. Devie, Nova, Latifah, dan yang terbunuh, Dewi, di Pondok Aren, semua terkena rayuan oleh pria yang dikenal di Facebook," ujar praktisi internet, Judith MS Lubis, dalam perbincangan dengan Kompas.com. Ia mengaku khawatir dengan terus bertambahnya korban penculikan anak yang menggunakan Facebook sebagai sarana.

Menurutnya, peran orangtua sangat penting dalam mendampingi anak saat menggunakan Facebook, Twitter, dan layanan instant messenger. Orangtua bahkan perlu membudayakan keterbukaan informasi antara orangtua dan anak agar terbiasa saling bertukar informasi dan berdiskusi sehingga setiap kali akan bertindak di internet, hal itu benar-benar dilakukan dengan pertimbangan matang.

"Jadi, bekaca dari kasus-kasus tersebut, kita layak waspada terhadap anak kita saat menggunakan Facebook," ujar Judith. Orangtua perlu memantau aktivitas anak di internet dan jejaring sosial yang dia ikuti.

Hal terpenting yang menurutnya perlu dilakukan orangtua adalah memberikan pemahaman kepada anak bahwa pengguna Facebook dan layanan lainnya di internet belum tentu menggunakan identitas sebenarnya. Orangtua juga perlu menekankan bahwa anak jangan chat sembarangan dengan orang yang tidak dikenal atau baru dikenalnya. Bahkan, kalau perlu daftar friend list benar-benar teman yang sudah dikenal baik.

"Mereka sebaiknya tidak menemui orang-orang yang dikenal di dunia maya tanpa pengawasan keluarga. Berteman dengan siapa pun boleh, tetapi menemui secara langsung itu harus atas izin keluarga dan dalam pengawasan orangtua. Jangan pernah terbujuk atas rayuan siapa pun yang menawarkan uang atau aneka gadget," urainya.

Selain itu, anak juga perlu diberi pemahaman bahwa informasi di internet bisa disalahgunakan orang yang tidak bertanggung jawab. Seperti nomor telepon atau ponsel dan alamat rumah, data-data itu seharusnya tak dicantumkan di situs jejaring sosial. Jangan pula memberikan nomor telepon kepada orang yang belum dikenal baik.
Bahkan kalau perlu orangtua sedikit mengorbankan privasinya, misalnya dengan berbagi password bersama anaknya seperti yang dia lakukan dengan kedua anaknya yang kini menginjak usia remaja. Tak semua orang mungkin bisa melakukan hal tersebut. Namun, bagi Judith, ia merasa perlu melakukannya karena orangtua juga sewaktu-waktu perlu mengawasi lalu lintas pesan lewat inbox yang tak terdeteksi langsung dari halaman depan.

"Anakku dua remaja, usia 19 tahun dan 16 tahun. Aku selalu rutin awasi Facebook anak-anakku dan Twitter mereka. Aku komunikasi rutin tentang apa yang tertulis di Twitter maupun Facebook mereka. Bahkan aku tahu password mereka. Bukan untuk intervensi, tetapi untuk pengawasan karena mereka pun tahu password Facebook dan Twitter-ku," cerita Judith. Menurutnya, anak-anak tidak masalah setelah diberi pengertian karena, meski mengetahui password-nya, ia selalu mengomunikasikan saat mengaksesnya dan tidak menyalahgunakan akses untuk melakukan intervensi.

Namun, menurut Judith, yang tak kalah penting adalah dalam berkomunikasi dengan anak, orangtua harus menggunakan bahasa anak agar komunikasi nyaman dan anak tak merasa diintervensi. "Jika kita bisa berkomunikasi dengan bahasa anak, maka mereka akan mengerti. Semua tergantung dari bagaimana kita bicara dengan mereka. Jika kita bicara dari sisi kepentingan mereka di masa depan, maka anak justru akan berterima kasih," kata dia.

Jumat, 03 Desember 2010

Perceraian Akibat Facebook Makin Melonjak


By Petti Lubis, Anda Nurlaila - Jumat, 3 Desember
IVAnews - Situs jejaring sosial sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Di balik manfaatnya yang memudahkan komunikasi, situs jejaring sosial masih menjadi salah satu penyebab perceraian di era digital.

Berdasarkan survei American Academy of Matrimonial Lawyers, satu dari lima perceraian di Amerika Serikat disebabkan oleh jejaring sosial Facebook. Dikutip dari The Frisky, 80 persen pengacara perceraian melaporkan lonjakan jumlah kasus yang menggunakan media sosial sebagai bukti perselingkuhan pasangan.

Kebanyakan bukti yang diperlihatkan adalah foto-foto mesra yang menjadi penyebab percekcokan pasangan. Kasus lainnya, banyak pasangan yang menemukan dan berselingkuh dengan mitra mereka di

masa lalu.

Situs jejaring Facebook menempati peringkat atas penyebab retaknya rumah tangga di AS dengan 66 persen digunakan sebagai sumber bukti kasus perceraian. Kemudian diikuti MySpace dengan 15 persen, Twitter 5 persen dan lainnya sebesar 14 persen. Survei tersebut juga menemukan, sebanyak 20 persen petisi perceraian di Inggris menyalahkan Facebook sebagai ajang selingkuh pasangan.

"Alasan yang paling umum adalah orang dengan mudah melakukan pembicaraan seksual dengan orang yang tidak seharusnya di jejaring sosial," kata Mark Keenan, Managing Director Divorce-Online.

Salah satu selebriti yang cerai akibat Facebook adalah bintang 'Desperate Housewives' Eva Longoria. Ia menemukan suaminya, pemain basket Tony Parker terus berhubungan dengan seorang wanita di Facebook. "Semua orang berbagi hal-hal pribadi mereka di situs jejaring sosial dan membuka hal-hal yang sifatnya sensitif ke ruang publik," Keenan menambahkan.

Konselor perkawinan Terry Real menambahkan, sebagian orang menggunakan jejaring untuk menciptakan fantasi dan melarikan diri dari hubungan yang membosankan. "Tidak ada yang lebih menggoda dengan menciptakan dunia fantasi hingga akhirnya ketagihan untuk bertemu langsung dengan orang yang Anda temui di dunia maya," katanya. Menurutnya, masalah sebenarnya bukan terletak dari jejaring sosial tetapi hilangnya cinta dan perhatian dalam pernikahan.

Kamis, 02 Desember 2010

HIV/AIDS Diintegrasikan ke Mata Ajar


JAKARTA, KOMPAS.com - Segala macam materi pengetahuan mengenai HIV/AIDS akan diintegrasikan ke dalam mata pelajaran di sekolah seperti Agama, Sosiologi, Biologi, Pendidikan Jasmani, dan PPKN. Jika tidak memungkinkan, bisa diberikan dalam bentuk kegiatan lain pada saat ekstrakurikuler.

Hal itu dikemukakan Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh seusai peringatan Hari AIDS Sedunia bertema Akses Universal dan Hak Asasi Manusia, Rabu (1/12/2010), di Jakarta.

"Jadi tidak akan ada mata pelajaran khusus tentang HIV/AIDS. Materinya bisa dimasukkan ke dalam mata pelajaran yang sudah ada," ujarnya.

Untuk itu, Nuh meminta para guru untuk bisa memberikan informasi yang benar dan komprehensif agar kesadaran siswa meningkat. Namun Nuh juga berharap agar materi-materi tentang HIV/AIDS bisa disiapkan dan dilengkapi oleh Komisi Nasional Penanggulangan AIDS atau lembaga-lembaga lain.

"Sekolah itu media paling gampang untuk sosialisasi. Sekarang tinggal materinya saja yang harus disiapkan," kata Nuh.

Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Arief Rachman menambahkan, sebenarnya materi-materi pemahaman tentang HIV/AIDS tidak perlu dibuat khusus. Yang terpenting sebenarnya memberi pemahaman tentang perilaku hidup yang sehat sebagai remaja.

"Dalam pelajaran Biologi atau Kesehatan misalnya harus diperkenalkan tentang penyakit-penyakit menular seperti HIV/AIDS. Jangan buat materi yang baru. Kembangkan saja materi yang sudah ada," kata Arief.

Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional Kemdiknas Hamid Muhammad selaku Ketua Pelaksana Peringatan Hari AIDS Sedunia 2010 mengatakan sosialisasi di sekolah penting karena kelompok usia 15-24 tahun termasuk kelompok rentan HIV dan AIDS.

Khusus untuk sosialisasi di perguruan tinggi akan dilakukan di lima wilayah yaitu DKI Jakarta, Bandung, DI Yogyakarta, Surabaya, dan Malang. "Di beberapa tempat sekolah sudah jalan, tetapi masih terbatas. Harapannya nanti akan kita integrasikan baik di pendidikan formal maupun nonformal," kata Hamid.

Tahun Depan, Mekanisme Dana BOS Diubah


JAKARTA, KOMPAS.com — Mekanisme penyaluran dana anggaran biaya operasional sekolah (BOS) mulai tahun depan diubah. Tujuannya agar anggaran itu tepat waktu, tepat jumlah, dan tak ada penyelewengan dana.

Hal itu disampaikan Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh, yang diperkuat oleh Juru Bicara Wapres Yopie Hidayat, seusai rapat Komite Pendidikan yang dipimpin Wapres Boediono di Istana Wapres, Jakarta, Rabu (1/12/2010) siang ini.

"Jadi, dana BOS dari Kementerian Keuangan tidak lagi dikirim lewat rekening Kementerian Pendidikan Nasional, tetapi langsung ke APBD kabupaten/kota. Dari APBD langsung ke rekening sekolah," tandas Nuh.

Menurut Yopie, supaya sekolah negeri tidak harus membuat daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) untuk mendapatkan dana BOS, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah harus direvisi. "Revisinya, khusus untuk BOS, penyusunan DIPA dikecualikan," ujar Yopie.

Tahun 2011, dana BOS dinaikkan dari Rp 15 triliun menjadi Rp 16,8 triliun. Dana itu untuk 387.000 SD dan 500.000 SMP secara nasional.

Rabu, 01 Desember 2010

DPR: UN Tidak Adil!

JAKARTA, KOMPAS.com — Pelaksanaan ujian nasional (UN) dengan formula lama tidak adil untuk siswa. Pasalnya, kondisi sekolah-sekolah di sejumlah wilayah Indonesia tidak seragam, bahkan banyak sekolah yang masih masuk dalam kategori standar pelayanan minimal. Selain itu, siswa dinilai layak lulus atau tidak lulus hanya dari aspek akademis. Padahal, setiap siswa memiliki potensi dan bakat yang beragam. Siswa yang lemah dalam bidang akademis, tetapi
memiliki keunggulan di bidang lain terhambat untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya karena gagal UN.

Demikian dikatakan sejumlah anggota Panitia Kerja (Panja) UN Komisi X DPR dalam rapat dengar pendapat dengan Kementerian Pendidikan Nasional di Jakarta, Selasa (30/11/2010). Popong Otje Djundjunan, anggota Panja UN, mengatakan, keadilan untuk siswa mesti menjadi pertimbangan pelaksanaan UN ke depan.

"Apakah siswa yang punya bakat lain yang menonjol tidak boleh melanjutkan ke jenjang berikutnya hanya karena tidak lulus UN. Hasil UN itu tidak mencerminkan proses belajar siswa. Sebenarnya UN itu seperti tes seleksi saja, bukan evaluasi," kata Popong.

Reni Marlinawati, anggota Panja UN, mengatakan, semestinya UN itu jadi proses yang adil, menyenangkan, dan meningkatkan mutu. "Tetapi kenyataannya, UN itu memvonis siswa dengan mengabaikan proses belajar selama di sekolah," ujar Reni.