Sabtu, 19 Oktober 2013

Malu Tak Puasa Arafah, Tradisi Idul Adha Warga Mesir

MESKI tidak sama persis dengan tradisi di Indonesia, cara warga Kairo, Mesir merayakan Idul Adha tidak kalah meriah dengan perayaan Idul Fitri. Bahkan layaknya tradisi warga Pulau Madura, perayaan Idul Adha di Mesir lebih meriah dibanding perayaan Idul Fitri."Bahkan lebih semarak pada Idul Adha karena hari raya akbarnya orang Mesir ya pada Idul Adha," demikian kata Abu Mahmud, Satpam apartemen di Shaqr Qurays, Nasr City Kairo kepada hidayatullah.com, Selasa (15/10/2013) usai shalat Id. Seperti halnya warga Indonesia, pada saat seperti ini, sebagian besar warga Kairo yang berasal dari daerah, justru memilih mudik ke kampung untuk silaturrahim dengan keluarga mereka. Libur Idul Adha lebih panjang dari pada mudik Idul Fitri. Karena itu banyak pedagang dan pemilik kedai tutup selama beberapa hari. Abdullah (35) misalnya yang biasa menjual sayur dan buah di kawasan Mutsallas, menutup kedai sayurnya selama 15 hari. "Kami harus stok logistik untuk seminggu," kata Adha Sahputra, mahasiswa S2 asal Padang Sumatera. Karena banyak pulang kampung, untuk keluar Kairo juga macet. Demikian juga taman rekreasi, padat. "Saya berangkat ke kampung habis shalat Subuh. Kalau tidak jalanan pasti macet," kata Mahmud yang berangkat H-3. Mahmud adalah pengajar di Markas Kalimah, sekolah bahasa Arab untuk orang asing. Untuk ke kampungnya Mahmud menempuh perjalanan lima jam dengan mobilnya. Menyambut Ied Jauh Hari Bedanya dengan warga Indonesia, masyarakat Kairo menyambut datangnya Idul Adha jauh hari sebelum hari H. Di sejumlah masjid, tema-tema khutbah Jumat selalu berkaitan dengan ibadah haji, sejak tiga pekan sebelum datangnya Idul Adha. Takmir masjid juga mengumumkan anjuran untuk puasa sunnah pada awal Dzulhijjah hingga hari ke sembilan. Minimal puasa Arafah pada hari ke sembilan. Bahkan ini juga menjadi kebiasaan anak-anak kecil. "Malu sudah besar seperti saya kalau tidak ikut puasa Arafah," kata Mahmud anak satpam yang saat ini duduk di kelas 4 madrasah ibtidaiyah (MI). Biasanya masjid juga menyediakan hidangan ringan untuk ifthar bagi jamaahnya. Tidak kalah menariknya, para imam di sejumlah masjid yang pada umumnya hafal al-Quran senantiasa melantunkan ayat-ayat yang berkaitan dengan Nabi Ibrahim maupun haji ketika memimpin shalat Maghrib, Isya’ dan Subuh. Kecuali hari Jumat mereka membacakan surah as Sajadah dan al Insan. Ustadz Mahmud yang mengajar di Markas Kalimah mustawa dua juga mengambil topik haji dan umrah sejak dua pekan sebelum datangnya Idul Adha. Semakin dekat dengan hari menjelang wukuf di Arafah, perhatian masyarakat makin besar. Di sejumlah kedai yang terpasang televisi, mereka juga menyaksikan siaran langsung pelaksanaan haji dari hari ke hari. Untuk menutup Idul Adha, masyarakat mengadakan shalat Id di berbagai lapangan. Untuk masyarakat Indonesia yang biasanya mengadakan shalat Id, kali ini tidak menyelenggarakan. "Kami hanya menyelenggarakan silaturrahim setelah shalat Id, pertimbangannya karena alasan keamanan," kata Imam Suryansyah, Staf KBRI Kairo yang berasal dari Garut, Jawa Barat. Dan yang tidak kalah menari, adalah acara penyembelihan hewan kurban. Hewan-hewan korban yang disembeli sebagian besar sapi dan domba ekor gemuk, seperti domba Garut. Ahmad (42) menjual domba di daerah Gami, Kairo dengan harga termurah 1.500 pound atau Rp. 2,5 juta. Hanya saja, masyarakat Kairo pada umumnya memotong hewan kurbannya di jalan, sehingga warna merah darah terlihat di mana-mana. "Supaya kami semua melihat darah hewan korban mengalir," jawab Fudail, pemilik kedai roti di Mutsallas yang memotong hewan kurban di depan kedai rotinya. Yang unik, sebagian masyakat menghias hewan kurban mereka sebelum disembelih.*/Laporan Haryono Madari dari Kairo, Mesir Rep: Anonymous Editor: Cholis Akbar Sumber

Tidak ada komentar: