Minggu, 28 Oktober 2012

Jambret Mahasiswi, Buruh Bangunan Babak Belur

Dedek Gunawan (22) warga Jalan Denai Gang Nira, Kecamatan Medan Denai, digiring ke Mapolsekta Medan Area dalam keadaan babak belur. Pasalnya, dia tertangkap warga saat menjambret tas milik mahasiswi Akbid Depkes, Khairani Harahap (20) warga Padang Bulan, di Jalan Perjuangan, Simpang Bromo, Kelurahan Tegal Sari Mandala III, Kecamatan Medan Denai, Minggu (28/10/2012).
Informasi di kepolisian, peristiwa terjadi ketika korban hendak pulang dari rumah temannya yang bernama Nurul Hidayah (21) warga Jalan Rawa Cangkuk IV, Kecamatan Medan Denai, usai mengerjakan tugas kuliah. Keduanya berboncengan dengan mengendarai sepeda motor. Tanpa disadari, mereka diikuti pelaku yang juga berboncengan dengan temannya, yang kemudian merampas tas berisi buku pelajaran dan dompet berisi uang sebesar Rp 75 ribu. Khairani berteriak dan didengar warga yang langsung melakukan pengejaran kepada pelaku. Pelaku diringkus warga di Jalan Rawa Cangkuk karena terjatuh dan jadi bulan-bulanan warga. Salah seorang pelaku bernama Kuping (20) warga Tembung berhasil melarikan diri beserta sepeda motornya. Warga yang kesal dengan ulah Dedek bergantian memukulinya bahkan ada warga yang sempat mengusulkan untuk membakarnya. Pelaku sendiri mengaku baru kali ini melakukan aksi pencurian. "Baru kali ini menjambret, itupun karena diajak kawan yang kabur," kata pemuda yang sehari-hari bekerja sebagai buruh bangunan itu. Kanit Reskrim Mapolsek Medan Area, AKP J Banjarnahor membenarkan penangkapan tersebut. "Pelaku sudah kita amankan, dan masih dalam proses penyelidikan. Sedangkan temannya yang berhasil melarikan diri akan dilakukan pengejaran," tegasnya. Editor : A. Wisnubrata Sumber

Sabtu, 27 Oktober 2012

Pemerhati Pendidikan: Potensi Kecerdasan Anak Itu Sama

Pemerhati pendidikan anak serta praktisi finger print analysis dan metode Glenn Doman, E Esthywati, mengatakan, pada dasarnya potensi kecerdasan anak adalah sama.
"Ada kecerdasan anak yang memang diturunkan dari faktor DNA. Tetapi, proses ibu mengandung dalam keadaan stres juga akan memengaruhi potensi kecerdasannya," kata Esthywati pada seminar "How to Be Smart Parents", di Manado, Minggu (21/10/2012). Pada seminar yang menggali lebih dalam bagaimana mengoptimalkan potensi anak melalui metode Glenn Doman serta mengembangkan bakat anak melalui analisis sidik jari, dia mengatakan, untuk mengembangkan potensi pada anak maka harus ada stimulus untuk mengeluarkannya, seperti memberikan bahan ajar dengan metode tertentu. Menurut dia, sifat-sifat dasar manusia ditampilkan dalam beragam tipe, di antaranya personal, keseimbangan, skill atau keahlian, serta emosional. Selain itu, kata dia, sifat dasar manusia juga dapat dilihat dari tanda khusus pada setiap jari manusia. Jari kelingking, misalkan, berkaitan dengan kemampuan dalam melakukan adaptasi, sedangkan jari telunjuk berhubungan dengan kemampuan berpikir, mengeluarkan ide-ide, pemimpin, serta imajinatif. Sementara ibu jari berkaitan dengan kemampuan membangun hubungan dengan orang lain. Sementara itu, ditambahkan Managing Director PT Glenn Doman Indonesia, Salord Sagala, anak berpotensi memiliki potensi luar biasa dan bisa melebihi Leonardo Da Vinci, sang pelukis Monalisa dan perancang dasar tank tempur, parasut, pesawat terbang, helikopter, serta temuan lainnya. "Berpotensi erat kaitannya dengan upaya yang harus dilakukan sehingga potensi atau kecerdasan anak keluar atau muncul," ungkapnya. Bahkan, menurut dia, semua anak adalah jenius, tetapi orang tua yang membuat anak tidak jenius pada enam tahun pertama. "Sikap kita kadang kala membuat potensi anak tidak bisa tumbuh. Di antaranya kurang memberi perhatian. Ada kalanya orang tua marah atau bersikap keras. Keras boleh," kata Salord. Sikap keras orang tua, menurut dia, boleh saja, tetapi lebih bijaksana apabila bersikap lembut dan memberi pengertian tentang segala sesuatu. Sumber

Kamis, 25 Oktober 2012

Jangan Ragu Kembangkan Minat Wirausaha Anak

Sebagai orang tua tentu mengharapkan yang terbaik bagi anak-anaknya. Namun untuk itu, orang tua juga harus mampu memperhatikan ketertarikan dan kemampuan anak di bidang tertentu agar dapat membantu mengasah dan mengarahkannya secara tepat.
Salah satu alumni Prasetiya Mulya Business School, M Setiawan Kusmulyono, mengatakan bahwa orang tua memiliki peran penting dalam mengarahkan hasrat anak untuk menekuni bidang tertentu. Untuk itu, orang tua harus mampu menjadi fasilitator yang baik. "Orang tua harus mampu menjadi fasilitator yang baik untuk mengetahui seperti apa minat si anak," ujar Kelik, sapaan akrab M Setiawan Kusmulyono, di FX Lifestyle Center, Senayan, Jakarta, Jumat (19/10/2012). Nah, bagi orang tua coba perhatikan buah hati anda. Jika mereka suka mencoba hal baru, tidak cepat puas dan kemudian dapat memperhitungkan resiko atau cost and benefit dari apa yang dilakukannya maka bisa jadi anak anda memiliki ketertarikan pada dunia wirausaha. Untuk itu, jangan ragu untuk mengembangkan hal itu pada diri anak anda. Terkadang muncul keluhan dari orang tua, jika anaknya tertarik pada dunia usaha. Apalagi kalau orang tua bukan dari kalangan pengusaha juga, maka kekhawatiran pada anak yang memilih dunia wirausaha akan semakin besar. Berbeda dengan anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang berkecimpung di dunia usaha. Anak-anak ini sejak kecil sudah diperkenalkaan dengan menghitung untung rugi dan mengelola sebuah toko misalnya. Dengan demikian, saat tumbuh dewasa dirinya tidak ragu untuk terjun sebagai pebisnis. Sebut saja Aburizal Bakrie, Sandiaga Uno dan lain-lain. "Jadi jika memang minat anak ini cukup besar, carikan mentor yang dapat membimbingnya dan berkonsultasi. Itu akan jauh lebih baik daripada menghentikan passion dan mimpinya," ungkap Kelik. "Tantangannya memang lebih besar bagi anak-anak yang tidak lahir dari kalangan keluarga pengusaha," imbuhnya. Ia juga menuturkan bahwa orang tua sebaiknya jangan takut jika anak-anaknya memiliki ketertarikan pada dunia usaha. Untuk membuktikan kebulatan tekadnya, orang tua dapat memberikan tantangan kecil dan kepercayaan pada si anak untuk berinovasi. "Jadi dukungan dari lingkungan sekitar termasuk keluarga itu juga sangat penting untuk menjaga inovasinya tetap berjalan," tandasnya. SUmber

Jumat, 19 Oktober 2012

Batas Minimal Kelulusan Tak Diubah, Soal UN Dibuat Lebih Sulit

Untuk penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) pada tahun 2013 nanti, batas nilai minimum kelulusan bagi para siswa ditargetkan tetap pada angka 5,5.
Namun meski batas nilai minimum kelulusan tidak diubah, bobot soal rencananya yang akan diubah. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh mengatakan, hingga saat ini batas minimum kelulusan tidak akan diubah. Namun sebaran bobot soal akan disesuaikan dengan tidak adanya kenaikan batas minimum kelulusan. "Masih dianalisis hingga saat ini. Tapi yang mungkin adalah menyebar tingkat kesulitan soalnya," ujar Nuh, saat jumpa pers penyelenggaraan UN di Gedung A Kemendikbud, Jakarta, Jumat (12/10/2012). Ia menjelaskan pada tahun lalu sebaran tingkat kesulitannya untuk soal yang mudah hanya 10 persen, soal dengan bobot sedang 80 persen dan soal yang sukar sebanyak 10 persen. Sementara untuk tahun 2013, soal sukar akan ditambah menjadi 20 persen. "Yang sedang berkurang jadi 70 persen. Yang mudah tetap 10 persen tapi ini masih dianalisis," ungkap Nuh. Dihubungi terpisah, Pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Lody Paat, mengatakan bahwa masalahnya bukan pada batas lulus atau tidak lulus melainkan pada prioritas fungsi UN ini sudah sesuai sebagai alat evaluasi atau tidak. "Kembali lagi, batas minimum kelulusan itu bukan masalah. Tapi evaluasi siswa bukan dari UN. Itu urusan sekolah," tandas Lody. Sumber

Rabu, 17 Oktober 2012

Kejahatan Dunia Maya di Austria Meningkat Tajam

Wina (SI ONLINE) - Kejahatan dunia maya di salah satu negera Eropa, Austria, telah meningkat tajam, kata Kantor Polisi Pindana Federal (BK), Selasa (16/10/2012).
Kasus yang dilaporkan berjumlah 7.729 pada kuartal pertama tahun ini, dibandingkan dengan 3.114 kasus pada masa yang sama 2011, katanya. Terjadi peningkatan sangat tajam dalam kasus penipuan di Internet, yaitu 3.530 kasus yang dilaporkan, naik sebanyak 150 persen dari tahun ke tahun, demikian laporan Xinhua --seperti dikutip Antaranews di Jakarta, Rabu (17/10/2012). Kejahatan dengan melibatkan kekerasan, termasuk pembunuhan, melukai dan pelanggaran seks, meningkat sebanyak 5,5 persen pada tahun ini jadi 32.864, kata BK. Pencurian kendaraan turun sebanyak 16 persen dibandingkan dengan pada 2011, sementara jumlah pencurian yang dilaporkan tetap tak berubah, katanya. Sumber

Jumat, 12 Oktober 2012

UKG Jadi Penyeimbang Perombakan Kurikulum

Sebagai langkah untuk memperbaiki pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengungkapkan pihaknya terus melakukan berbagai usaha. Selain perombakan kurikulum yang akan dilaksanakan pada tahun ajaran 2013-2014, Kemendikbud akan terus memperjuangkan penyelenggaraan Uji Kompetensi Guru (UKG).
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Musliar Kasim, mengatakan, perombakan kurikulum yang tengah dimatangkan ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa didukung kualitas guru yang mumpuni. Untuk itu, UKG dilakukan sebelum kurikulum baru selesai dibahas. "Sehebat apapun kurikulum, kalau guru tidak disiapkan, nggak akan bisa jalan dengan baik. Makanya bersamaan dengan ini kita siapkan guru dengan UKG," kata Musliar, di Park Hotel, Jakarta, Rabu (10/10/2012). Ia menjelaskan bahwa selain untuk memetakan kemampuan dan kualitas guru, UKG bermanfaat juga untuk meningkatkan kompetensi guru mata pelajaran sekaligus pengajarannya. Dengan begitu, guru dapat mengukur kemampuannya dalam mengajar dan penguasaan materi. "Ini penting dan perlu. Mengubah masyarakat itu sulit tapi perlu. Apalagi mengubah guru," ungkap Musliar. Saat ini, UKG gelombang kedua juga tengah dilakukan di beberapa kabupaten/kota sejak 2 Oktober hingga 2 November mendatang. Sebelumnya UKG gelombang pertama telah digelar pada Agustus lalu dan menyisakan berbagai kendala. Sumber

Rabu, 03 Oktober 2012

Harapan untuk Kurikulum Baru

Oleh Paul Suparno Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengungkapkan bahwa akan ada perubahan kurikulum. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang kini sedang berlangsung—meski baik—dianggap kurang cocok dengan zamannya, maka perlu diperbarui (Kompas, 5/9).
Apa yang diharapkan dari kurikulum baru? Kurikulum baru idealnya memperhatikan minimal konteks anak zaman yang mau dibantu, kritik pendidikan yang banyak muncul terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) saat ini, dan kebutuhan bangsa ke depan. Konteks anak zaman Anak sekarang termasuk anak generasi Z (generation net). Mereka kebanyakan sudah terbiasa berkomunikasi menggunakan internet, Facebook, Twitter, Blackberry. Mereka hidup dalam budaya serba cepat sehingga tak tahan dengan hal-hal yang lambat. Mereka anak-anak budaya instan yang serba ingin berhasil dalam waktu cepat dan kalau bisa tanpa usaha keras. Anak-anak ini butuh model pendekatan dan model belajar yang berbeda. Mereka sudah terbiasa dengan internet, maka model pembelajaran harus menggunakan teknologi modern itu. Kalau tidak, mereka akan bosan. Mereka sudah sering mengerjakan berbagai persoalan dalam satu waktu. Kalau mereka mengerjakan PR, mereka sekaligus juga membuka laman lain, sambil masih bicara dengan teman lewat HP dan chatting dengan teman lain lagi lewat Facebook. Perhatiannya biasa terpecah dalam berbagai hal. Dalam mempelajari suatu bahan mereka tak mau urut, kadang dari belakang, kadang dari tengah, kadang dari muka. Ini berarti model pendekatan linear sudah kurang tepat bagi mereka. Perlu dicarikan model-model yang berbeda. Kemajuan teknologi internet dan media menjadikan anak sekarang dipenuhi berbagai informasi dari segala penjuru dunia. Di tengah kekacauan informasi dan nilai ini mereka dituntut lebih punya keterampilan menganalisis secara kritis, memilih secara bijak, serta mengambil keputusan bagi hidupnya. Maka, ke depan, kurikulum, model dan cara pembelajaran harus mampu membantu anak menganalisis secara kritis, memilih, dan mengambil keputusan dalam hidup. Karena guru bukan lagi satu- satunya sumber belajar dan pengetahuan, sikap anak terhadap guru pun berubah. Guru bukan satu-satunya yang harus dihormati. Maka, sikap guru pun harus berubah: bukan sebagai orang pinter yang akan menggurui, melainkan lebih sebagai fasilitator yang menjadi teman belajar. Guru tidak perlu marah bila kurang didengarkan oleh anak. Beberapa kritik terhadap sistem pendidikan kita, terutama level SD hingga menengah, mengungkapkan bahwa mata pelajaran terlalu banyak, ada 14-16 macam. Jumlah mata pelajaran yang begitu banyak, dengan jam yang sedikit, menjadikan siswa tidak terlatih belajar bertekun dan mendalam. Mereka mudah puas pada lapisan atas saja. Maka, kemampuan mengolah bahan, menganalisis secara kritis bahan, kurang terjadi. Pendidikan kita masih terlalu menekankan segi kognitif. Ini pun masih terbatas pada mencari nilai angka, bukan kemampuan menganalisis secara kritis dan mendalam suatu bahan. Akibatnya, nilai karakter sangat dibutuhkan bagi kejayaan bangsa ini kurang mendapatkan tekanan. Tujuan pendidikan pada jenjang SD, SMP, SMA kurang begitu jelas. Sebenarnya apa yang diharapkan bila anak lulus SD, SMP, dan SMA? Kompetensi atau tujuan yang ingin dicapai ini perlu jelas, tak terlalu banyak, dan dapat dimengerti oleh siapa pun. Kita perlu sadar, kita mendidik anak Indonesia, bukan manusia dewasa Indonesia. Maka, tuntutan kepada anak pun harus terbatas. Dalam UU Sisdiknas dan juga dalam standar pendidikan, anak- anak kita terlalu banyak dituntut sesuatu yang sebenarnya lebih merupakan tuntutan bagi orangtua. Akhirnya, kalau hal itu tidak terjadi, kita frustrasi dan anak mengalami beban berat. Demi keutuhan bangsa ini, anak-anak bangsa harus rela menerima perbedaan di antara kita dan belajar hidup dalam semangat perbedaan itu. Maka, semangat multikultural dan penghargaan kepada tiap-tiap pribadi manusia harus ditekankan. Kurikulum ke depan Berdasarkan beberapa analisis di atas, kurikulum baru diharapkan memuat beberapa hal. Pertama, tujuan yang jelas untuk setiap jenjang SD, SMP, dan SMA. Tujuan ini harus singkat, sederhana, sesuai jenjangnya, dan mudah dimengerti oleh siapa pun. Kedua, jumlah mata pelajaran perlu dikurangi sehingga anak dapat belajar lebih mendalam, dapat berpikir lebih kritis. Ketiga, pendidikan sikap dan karakter harus dapat tekanan, bukan hanya pengetahuan. Keempat, kurikulum yang membantu anak dapat belajar memilih dan mengambil keputusan dalam levelnya. Kelima, kurikulum yang juga menunjang kesatuan bangsa, maka pendekatan multibudaya dan penghargaan pada nilai manusia mendapatkan tekanan. Keenam, metode dan model pembelajarannya disesuaikan dengan situasi anak zaman. Ketujuh, bentuk evaluasi, termasuk UN, perlu dikembangkan dengan menekankan kemampuan berpikir kritis dan bernalar. Paul Suparno Dosen Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta Sumber