"Tidak benar jika kami menghambat pengambilan rapor. Enam orang wali murid ini saja yang
mempermasalahkannya. Sebetulnya mereka sudah datang dan melihat hasil rapornya, tapi kemudian tidak diambil," kata Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Cikini, Subarjo saat jumpa pers di Balaikota DKI Jakarta, Selasa (28/6/2011).
Namun yang terjadi, lanjut Subarjo, justru para wali murid tersebut menyatakan bahwa mereka tidak diperbolehkan mengambil rapor lantaran belum melunasi iuran masuk sebesar Rp 7.000.000 dan iuran bulanan sebesar Rp 600.000. Padahal, pihak sekolah mengaku telah mengeluarkan surat edaran ke seluruh wali murid terkait pembayaran iuran ini saat mengambil rapor. Surat edaran tersebut dinilai telah diputarbalikkan faktanya oleh keenam wali murid tadi.
Sementara itu, Ketua Komite Sekolah SMP Negeri 1 Cikini, Adi Endjun menyatakan bahwa pihaknya membuka diri bagi keenam wali murid tersebut untuk mengambil rapor. Komite sekolah tidak akan mempermasalahkan terkait pembayaran uang iuran tersebut.
"Silahkan rapor diambil, saya tak akan mempermasalahkan apakah uang tersebut mau dibayar lunas, dicicil atau enggak dibayar. Rapor tetap saya berikan. Memang, satu dari enam wali murid ini tergolong kurang mampu, tapi sisanya secara ekonomi mampu kok. Saya enggak tahu maunya mereka apa. Kalau terbuka, saya sudah terbuka sekali. Kalau mau minta rincian anggaran silakan datang ke saya, saya akan berikan detilnya," kata Adi.
Adi juga memaparkan, jumlah siswa di kelas 7 dan kelas 8 yang sudah mengambil rapor masing-masing sebanyak 155 siswa dan 270 siswa. Dari kelas 7 yang belum mengambil rapor sebanyak sembilan orang, sedangkan di kelas 8 sebanyak empat orang.
"Saya heran, kenapa ada 125 wali murid yang dikatakan tidak mengambil rapor. Padahal, data dari sekolah ini jelas-jelas valid," katanya.
Sebelumnya, masalah berawal dari salah satu orangtua murid, yaitu Widi Wiratmoko, yang menuduh pihak sekolah SMP Negeri 1 Cikini menahan rapor dengan alasan harus melunasi iuran masuk sebesar Rp 7.000.000, serta tunggakan iuran bulanan sebesar Rp 600.000 (Baca: Belum Bayar Sumbangan, Rapor Ditahan).
Selain itu, Widi juga meminta adanya transparansi penggunaan anggaran. Bahkan, ia tidak mau membayar karena selama ini pihak sekolah dinilainya tidak ada transparan dalam pengelolaan dana sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar