Senin, 27 Januari 2014
Hindari Tunjangan Profesi Ganda, Dosen Dilarang Merangkap Jadi Guru
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) sepanjang tahun 2013 telah memberikan sanksi kepada 400 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang telah mempekerjakan tenaga dosen dari kalangan guru. Pasalnya, dosen tidak boleh memiliki Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN) dan Nomor Registrasi Guru (NRG) sekaligus."Karena rangkap NIDN dan NRG tersebut menyebabkan mereka bisa mendapatkan dua tunjangan profesi. Itu tidak diperbolehkan karena merugikan keuangan negara dan memperkaya orang lain,” kata Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Dirjen Pendidikan Tinggi Kemdikbud Supriadi Rustad di Jakarta seperti dikutip situs Sekretariat Kabinet.
Supriadi menjelaskan, sanksi yang dijatuhkan diberikan kepada PTS bersangkutan, bukan kepada dosen atau guru karena otoritas pemberian data dosen kepada Kemdikbud ada di perguruan tinggi. Karena itu, perguruan tinggi diharapkan bisa menyeleksi dengan baik data-data dosen yang akan diajukan ke Kemdikbud untuk menerima tunjangan profesi.
Ia menegaskan, PTS yang telah mendapatkan sanksi tidak boleh mengajukan data dosen untuk menerima tunjangan profesi.
Saat ini, lanjut Supriadi, dari sekitar 400 PTS yang mendapat sanksi “Dalam Pembinaan” dari Kemdikbud, sebanyak 135 PTS sudah memperbaiki datanya. “Tidak sulit hapus label itu (dalam pembinaan). Cukup bersihkan data,” kata Supriadi.
Mengenai tunjangan sertifikasi guru yang sudah diterima dosen, menurut Supriadi, harus dikembalikan ke kas negara. Kemudian, dosen yang memiliki NIDN dan NRG sekaligus harus memilih salah satu, menjadi dosen atau guru.
“Jika memilih untuk menerima tunjangan sertifikasi dosen, maka dosen yang bersangkutan harus mengganti NIDN-nya. Perguruan tinggi tempatnya mengajar pun diperbolehkan mengajukan namanya lagi ke Kemdikbud untuk menerima tunjangan sertifikasi dosen,” papar Supriadi.
Stok 600 Dosen Lulusan S2
Pada kesempatan itu, Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Dirjen Pendidikan Tinggi Kemdikbud Supriadi Rustad menyampaikan, bahwa saat ini Kemdikbud memiliki stok sebanyak 600 dosen lulusan S2 yang siap mengajar di perguruan tinggi negeri maupun swasta. Karena itu, bagi PTS yang kekurangan tenaga pengajar, bisa mengajukan permintaan dosen ke Kemdikbud.
Stok dosen yang dimiliki Kemdikbud, kata Supriadi, merupakan dosen-dosen yang baru merampungkan pendidikan S2 melalui program Beasiswa Unggulan. Stok dosen tersebut akan bertambah lantaran tahun ini sekitar 2.300 dosen akan lulus S2 dari program Beasiswa Unggulan. “Silakan minta dosen ke kita. Tapi rawatlah, gajilah, angkatlah. Tidak perlu disekolahkan, sudah kita sekolahkan,” ujar Supriadi.
Ia menjelaskan, dosen-dosen dari program Beasiswa Unggulan tersebut merampungkan pendidikan S2-nya di 15 perguruan tinggi terbaik. Mereka disekolahkan sejak tahun 2011. “Mereka adalah lulusan the best of the best,” katanya.
Namun, Supriadi mengaku, baru sedikit PTS yang mengajukan permintaan dosen ke Kemdikbud. Beberapa di antaranya Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) di Cirebon yang menerima 12 dosen, Universitas Indo Global Mandiri di Palembang yang menerima 12 dosen, dan Universitas Mercubuana di Jakarta yang menerima 6 dosen.
Supriadi juga menambahkan, dosen yang mengajar di PTS namun belum memiliki kualifikasi lulusan S2 bisa mengajukan beasiswa ke Kemdikbud. Ia menegaskan, tidak ada diskriminasi pemberian beasiswa antara dosen di PTS dengan PTN.
“Dosen itu dasarnya adalah Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN). Perguruan tinggi negeri atau swasta karcisnya sama. Tidak dibeda-bedakan sama sekali. Jadi kalau antara negeri dan swasta, lebih banyak yang memanfaatkan beasiswa di perguruan tinggi negeri, itu tidak benar. Banyak dosen swasta yang dapat beasiswa S2 dan S3. Yang (beasiswa) keluar negeri juga banyak,” ungkap Supriadi.
Sumber
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar