Jumat, 15 Juni 2012

Perlukah Mengajarkan Calistung di Usia Dini?

Tak sedikit orangtua yang bangga dengan kemampuan balitanya dalam membaca, menulis dan berhitung (calistung). Mereka yakin anak yang diajarkan kemampuan calistung sejak dini lebih pintar dari anak seusianya.
Di tambah lagi, kini semakin banyak sekolah dasar yang mensyaratkan calon siswanya punya kemampuan calistung, kendati hal itu sebenarnya dilarang. Karena khawatir anaknya tidak bisa masuk ke SD favorit, para orangtua pun berlomba-lomba mengajari anaknya calistung, antara lain dengan memilih playgroup atau TK yang menjamin balita mahir calistung sebagai persiapan masuk SD. Apabila minat membaca dan menulis anak sudah muncul sejak dini mungkin proses mengajarkan calistung pada anak menjadi lebih mudah dan menyenangkan. Namun faktanya kebanyakan anak baru benar-benar siap belajar membaca dan menulis di atas usia 5 tahun. Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal, Kemdikbud, Lydia Freyani Hawadi, seperti dikutip Kompas (12/1/12) pernah mengingatkan bahwa jenjang PAUD seharusnya tidak membebani anak dengan kemampuan calistung. Siswa baru boleh diajar calistung di SD. Metode pendekatan di PAUD, kata Lydia, tidak didasarkan pada aspek kognitif, tetapi pada aspek motorik. Karena perkembangan anak usia 0-5 tahun masih terfokus pada aspek motorik, seharusnya metode pembelajarannya lebih menekankan pengembangan soft skill dengan cara bermain. Lagipula, masa balita adalah masanya bermain dan bermain. Memaksakan anak melakukan sesuatu yang sebenarnya ia belum siap justru akan memberikan pengalaman yang tidak menyenangkan, bahkan akhirnya muncul penolakan. "Banyak orangtua yang memilih PAUD bukan yang berdampak bagus bagi perkembangan buah hatinya, tapi PAUD yang hasilnya dapat membanggakan orangtua. Yang terjadi, anak pun menjadi stres di usia dini," kata Paulin Sudwikatmono, principal KindyROO, sebuah sekolah bagi anak usia dini. Ia menambahkan, karena terlalu fokus untuk diajarkan calistung pada usia yang sangat dini, anak-anak tidak berkembang secara alami sebagaimana mestinya karena di masa yang instan ini anak-anak dipacu untuk belajar dan tidak diberikan kesempatan untuk membangun fondasi yang kuat dan berkembang secara alami. "Sebagai contoh, banyak orang tua yang merasa bahwa anak-anak tidak perlu merangkak lama dan memburu-burukan anak untuk berjalan. Atau juga anak tidak perlu distimulasi motorik halusnya seperti menstimulasi keterampilan tangan dan langsung mengajar anak untuk bisa menulis," katanya. Akibatnya, ada anak yang sudah berumur 6 tahun tetapi anak tersebut tidak dapat menulis dengan baik atau tidak dapat menulis dalam jangka waktu yang lama karena tangan cepat letih. Kemampuan merangkak pada anak sebenarnya juga memberikan stimulasi yang banyak terhadap anak tersebut, seperti menstimulasi konsentrasi, mata, koordinasi dan kekuatan otot tubuh. Tetapi karena diburu-buru untuk berjalan cepat dengan cara dititah atau menggunakan alat bantu berjalan (walker), anak-anak tersebut kehilangan kesempatan untuk distimulasi secara benar. "Orang tua juga berpandangan bahwa anak-anak tidak perlu bermain lama. Jika anak terstimulasi dengan baik dan benar pada saat usia dini dan diberikan kesempatan untuk bermain, anak tersebut tidak akan menemui hambatan dalam belajar di kemudian hari dan anak tersebut distimulasi untuk menjadi lebih kreatif," paparnya. Bermain yang terarah merupakan fondasi yang penting untuk menunjang kesempurnaan dalam kemampuan belajar di kemudian hari. "Di KindyROO, kami memberikan arahan dan pengalaman kepada orang tua bagaimana cara menstimulasi anak dengan cara yang baik dan benar untuk menghindari kesulitan belajar di kemudian hari pada saaat mereka masuk usia sekolah," ujar Paulin. Dengan pengalaman lebih dari 30 tahun, KindyROO mendidik orang tua dan anak agar setiap fase pekembangan dalam anak harus dilalui dan dikuasai. Anak tidak dipaksa secara instant untuk melakukan hal-hal yang tidak cocok untuk usianya. Anak-anak juga harus diberikan waktu untuk berkembang secara alami dan diberikan waktu yang banyak untuk bermain secara terarah. Yang paling penting adalah anak-anak diberikan fondasi yang kuat dan otak distimulasi secara maksimal agar anak-anak siap menghadapi tantangan pada saat sekolah nanti. (Advetorial) Sumber

Selasa, 12 Juni 2012

Kemdikbud Akan Periksa Kehadiran Guru

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) akan memeriksa absensi guru-guru penerima tunjangan profesi. Hal itu dilakukan untuk mengetahui korelasi antara kesejahteraan dengan kualitas kinerja pada seluruh guru. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh mengatakan, absensi guru merupakan indikator termudah untuk mengetahui korelasi apakah tunjangan profesi dapat meningkatkan kinerja yang telah disertifikasi.
Selain itu, mantan Rektor ITS Surabaya ini juga mengakui hal ini perlu dilakukan karena banyak pihak termasuk anggota dewan yang meragukan adanya korelasi antara tunjangan profesi dengan peningkatan kinerja para guru. "Nantinya bisa dilihat absensi dari sekolah, kepala sekolah, atau kalau perlu dari para murid," ucapnya di Jakarta, Rabu (6/6/2012). Ditegaskan Nuh, evaluasi kinerja guru tersertifikasi harus dilakukan menyusul telah dijaminnya kesejahteraan hidup para guru tersertifikasi. Selain absensi, Kemdikbud juga akan melihat berapa banyak modul atau bahan ajar yang sudah dihasilkan oleh masing-masing guru, serta inisiatif para guru dalam melakukan pendampingan pada siswa yang memiliki nilai rendah. "Yang jelas, pelaksanaan dan hasilnya akan kita umumkan tahun ini. Jika hasilnya tidak memuaskan, maka bisa dicabut tunjangan profesinya," pungkasnya. Seperti diberitakan, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidik (BPSDMP dan PMP) Kemendikbud, Syawal Gultom mengatakan, jumlah guru yang akan diuji ulang tahun ini mencapai 1.020.000 guru. Selain melihat absensi, maka kementerian akan mengevaluasi penguasaan materi ajar dan pedagogisnya. Sampai saat ini, pihaknya masih mengurus hal-hal teknis seperti pembuatan soal serta klarifikasi data. Dia menjelaskan, evaluasi ini dilakukan untuk memetakan guru tersertifikasi yang kompeten. Bagi yang dinilai belum kompeten akan dilakukan pembinaan kembali. Namun apabila pembinaan itu tidak juga menghasilkan peningkatan kinerja, maka pada nantinya akan berpengaruh pada pencabutan hak menerima tunjangan profesi dan penurunan pangkat. Sumber

Sabtu, 02 Juni 2012

Banyak Siswa Tak Lulus Ujian Matematika

Siswa yang mengikuti ujian nasional 2012 tingkat SMP dan sederajat yang tidak lulus terbanyak dalam mata pelajaran Matematika, kemudian diikuti Bahasa Inggris, IPA, dan Bahasa Indonesia, ungkap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh.
"Seluruhnya 229 siswa tidak lulus mata pelajaran Matematika," ungkap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) M Nuh kepada pers saat menyampaikan hasil ujian nasional (UN) 2012 tingkat SMP dan sederajat di Jakarta, Jumat (1/6/2012). Hasil ujian nasional yang telah diketahui yaitu siswa SMP yang tidak lulus mencapai 15.945 siswa, yang terbanyak gagal dalam mata pelajaran Matematika. Menurutnya, Banten merupakan provinsi yang siswanya memiliki tingkat kelulusan terendah (12 persen) untuk pelajaran Matematika, yang wilayahnya mencakup Serang, Tangerang, dan Pandeglang. Sementara itu, nilai UN IPA terendah ada di wilayah Sulawesi Tenggara dengan 103 siswa yang tidak lulus. Menurut Mendikbud, pihaknya akan melakukan analisis dan perbaikan penyebab rendahnya tingkat kelulusan di beberapa mata pelajaran. "Kami akan meninjau ulang penyebab rendahnya nilai di beberapa ujian nasional," ujarnya. Dari hasil yang diperoleh, setelah matematika, nilai ujian yang paling banyak tidak lulus berikutnya, yaitu Bahasa Indonesia sebanyak 143 siswa dan Bahasa Inggris sebanyak 191 siswa. Nuh menilai UN diharapkan bisa memicu semangat belajar siswa, dan bagi siswa yang tidak lulus tahun ini diharapkan untuk tidak putus asa karena masih ada ujian susulan. Mendikbud juga menyebutkan bahwa UN bisa memilah potensi dan kompetensi siswa sedetail mungkin karena banyak siswa yang nilai UN lebih tinggi dibanding nilai ujian sekolah (US). Pengumuman kelulusan ujian nasional tingkat SMP/MTS akan dilaksanakan serentak secara offline dan online di situs web www.kemdiknas.go.id pada 2 Juni 2012 mulai pukul 00.00 dengan persentase kelulusan mencapai 99,57 persen. Nuh juga menyebutkan bahwa jumlah peserta UN tingkat SMP/MTS tahun ini sebanyak 3.697.865 siswa dan hanya 15.945 peserta yang tidak lulus. Sumber

Mendikbud Targetkan Pendidikan Minimal SMA/SMK

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh menargetkan masyarakat Indonesia akan berpendidikan minimal SMA-SMK pada tahun 2020. Karenanya tahun depan akan diprogramkan Pendidikan Menengah Universal.
"Kita nggak ingin masyarakat hanya berpendidikan SMP, karena itu tahun depan akan saya programkan pendidikan menengah universal. Targetnya tahun 2020 sekitar 97 persen masyarakat kita berpendidikan SMA atau SMK," katanya di Surabaya, Sabtu. Ia mengemukakan hal itu dalam sambutan pembukaan Pameran Pendidikan SMA-SMK se-Surabaya di Jatim Expo Internasional (JEI) Surabaya pada 2-5 Juni yang diikuti 216 stan dari 150-an SMA-SMK se-Surabaya. Acara tersebut juga dihadiri Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, dan para kepala sekolah SMA/SMK se-Surabaya. "Program itu untuk mengantisipasi bonus demografi yang akan dialami bangsa Indonesia dalam kurun 2010-2035. Bonus demokrafi adalah populasi penduduk produktif mencapai jumlah yang luar biasa besarnya," tuturnya. Menurut mantan Rektor ITS itu, bonus demografi itu harus dimaksimalkan dengan peningkatan kualitas pendidikan agar bangsa Indonesia dapat menjadi negara maju pada tahun 2045 atau saat berusia 100 tahun. "Sebagai negara besar, Indonesia itu ibarat kapal induk. Kapal induk itu memang berat untuk bergerak, tapi kalau sudah bergerak, maka kapal-kapal kecil di sekitarnya seperti Malaysia, Singapura, akan goyang," katanya, disambut applaus hadirin. Dalam kesempatan itu, Mendikbud juga memuji prestasi Surabaya, karena siswa dan sekolah dari Surabaya masuk "sepuluh besar" nilai ujian nasional terbaik se-Indonesia. "Saya bangga, karena 2-3 tahun lalu saya mencari dalam ’sepuluh besar’ kok Surabaya nggak ada, tapi tahun ini siswa dan sekolah asal Surabaya sudah masuk ’sepuluh besar’," tukasnya. Ia meyakini prestasi yang diraih Surabaya itu merupakan hasil kerja keras semua pihak. "Alhamdulillah, kerja keras itu sekarang membuahkan hasil, karena itu patut disyukuri. Saya yakin, Surabaya akan mampu berprestasi lebih baik lagi," ujarnya. Sementara itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini berjanji aka menyediakan ruang-ruang kreatif bagi pelajar SMA-SMK di Surabaya, di antaranya pada sejumlah mal. "Nantinya, saya akan sediakan ruang-ruang kreatif di mal, agar siswa SMA-SMK mampu menampilkan kreasinya kepada masyarakat. Kalau perlu mereka juga dapat berjualan di tempat itu," katanya. Sumber