Minggu, 07 November 2010

Kisah Negeri Sejuta Fitnah


Jakarta - Sudah genap enam puluh lima tahun negeri sejuta fitnah merdeka. Tetapi, sayang negeri ini masih saja terbelenggu dan terkungkung dengan sejuta fitnah (baca: cobaan). Bagaimana tidak? Negeri yang dianugerahi oleh Tuhan kekayaan sumber daya alam dan manusia yang begitu berlimpah ternyata kini masih jauh tertinggal tingkat pembangunannya di antara negeri-negeri lainnya.

Amat menyedihkan sebenarnya kisah yang akan saya uraikan dalam tulisan ini. Tetapi, inilah kenyataan yang ada agar terbuka mata hati kita akan keterpurukan yang ada dan semakin parah.

Negeri sejuta fitnah, memang dianugerahi Tuhan sumber daya alam yang luar biasa melimpah. Minyak bumi, gas alam, batu bara, emas, hutan belantara, hewan ternak, kekayaan laut, tanaman pangan yang beravariasi dan beragam sumber daya alam yang terbaharui atau pun tidak dapat terbaharui tersedia di sini.
Tetapi, amat disayangkan bahwa masih banyak ditemukan penduduknya yang kelaparan dan hidup di bawah garis kemiskinan. Padahal, dengan melimpahnya sumber daya alam tersebut sudah dapat dipastikan ketersediaan pangan adalah hal yang niscaya.

Bahkan, bukan hanya tersedia. Tetapi, terjangkau oleh daya beli penduduknya. Padahal, dengan melimpahnya sumber daya alam tersebut sudah dapat dipastikan adanya pengelolaan yang adil dan profesional oleh Negara. Sehingga, sebesar-besar hasilnya adalah untuk kesejahteraan rakyat yang ada.

Bayangkan dari ratusan tahun yang lalu para penjajah saja sudah sangat menikmati hasilnya. Saat ini adalah saat yang tepat bagi para pengelola negara untuk berfikir bijak akan penting dan mendesaknya kita untuk memperhatikan akan hal ini. Sehingga, dapat beranjak maju menjadi negeri yang tidak salah urus.

Negeri sejuta fitnah, juga dianugerahi Tuhan dengan sumber daya manusia yang luar biasa. Lebih dari 220 juta penduduk yang terbilang dengan angka saat ini sedang asyik dengan mainan barunya. Hedonis dan individualis menjadi pangkat yang menyertai keseharian mereka.

Siang dan malamnya sibuk dengan urusan keduniaan. Yang ada dalam fikirannya hanya besok saya makan dengan apa? Dan, bahkan mereka jadi lupa bertegur sapa dengan kanan kiri mereka.

Jangan pernah saudara bertanya tentang kapasitas otak mereka. Daya ingat mereka sudah digantikan dengan batang-batang flash disc di saku mereka. Terlebih dengan kultur silaturahmi yang telah lama menjadi identitas dari negeri ini. SMS dan up date status sudah cukup mengabarkan kondisi mereka.

Halo, apa kabar? Pertanyaan basa-basi yang menjadikan mereka manusia artifisial yang penuh dengan kebohongan dan kepalsuan. Benar memang. Casing mereka adalah jasad manusia. Tetapi, sayang, program yang dijalankan lebih banyak men-down load hawa nafsu dan virus setan yang penuh dengan keburukan. Sesama mereka saja lebih banyak saling menghujatnya, saling berburuk sangka, dan beradu kepentingan yang tidak jelas.

Semuanya berujung pada uang, kedudukan, dan kesenangan duniawi. Demo, makar, gosip, dan hasutan menjadi isu dan headline dari setiap berita yang ada. Tidak pernah bersatu, bercerai berai, dan lupa akan falsafah sapu lidi, yang tidak bisa dipatahkan karena kebersamaan mereka yang menguatkan.

Negeri sejuta fitnah sudah seharusnya bangkit dari keterpurukannya. Dengan leadership yang kuat dari pemimpin negeri ini, saya yakin masa keemasan itu akan datang. Jangan bertanya kapan waktunya. Tetapi, kerjakan dan jalani saja.

Bencana alam yang saat ini sering melanda adalah kuasa Tuhan untuk mengingatkan kita semua. Bahwa kita masih punya saudara sebangsa dan setanah air. Sisi kemanusiaan kita diketuk kembali untuk tergerak prihatin, empati, dan bergerak untuk memulihkan semuanya. Bola salju ini akan terus bergulir, membesar dan meratakan semua ego, kesombongan dan atribut kemunafikan lainnya yang melekat pada pakaian kehidupan kita.

Saat ini hatilah yang menjadi panglima. Iman menjadi keyakinan kita yang membuncah dan membangkar semangat kita. Jadikan masa lalu sebagai sejarah agar dapat diambil hikmah dari itu semua. Dan, jadikan masa depan sebagai persembahan tertinggi kita kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Langkah-langkah kita pada hari ini, menjadi bermakna dan penuh nuansa ibadah. Karena, negeri sejuta fitnah akan tinggal menjadi keping-keping yang tak tersisa. Berganti menjadi negeri sejuta harapan. Karena, yakinlah harapan itu masih ada.

Hendra Hidayat
Peminat Ilmu-Ilmu Sosial Politik Pertanian
Hendrahidayatsukses@yahoo.com

Tidak ada komentar: