Hasil pertemuan MUI Se-Sumatera yang menginginkan agar Majelis Ulama Indonedia (MUI) Pusat mendirikan sebuah stasiun TV dinilai sangat tepat oleh salah satu Ketua MUI KH. Cholil Ridwan. Dia menegaskan wacana TV untuk umat Islam ini telah lama didiskusikan.
“Kita tidak saja mendesak untuk memiliki stasiun TV, bahkan kita telah terlambat memilikinya. Seharusnya TV ini sudah ada sejak lama,” tegasnya kepada hidayatullah.com, saat ditemui di kampus Pesantren Husnayain Jakarta Timur.
Menurut Cholil, MUI terhitung terlambat mengusulkan ini, sebab jika dihitung umat Islam yang mayoritas, seharusnya telah memiliki stasiun TV sejak lama.
“Umat Islam hingga saat ini masih belum punya. Padahal dari segi kuantitas di Indonesia kita mayoritas, tetapi faktanya dalam hal-hal yang sifatnya strategis untuk pencerdasan umat seperti stasiun TV ini, kita selalu ketinggalan,” imbuhnya.
“Rencana pendirian TV untuk umat Islam ini telah lama dibicarakan. Akan tetapi setelah melihat historis terbentuknya, tujuan dan fungsi MUI itu sendiri, maka pendiriann TV oleh MUI dinilai kurang pas. Akhirnya setelah melalui diskusi panjang, diputuskan bahwa MUI hanya bisa membackup, mendorong, dan memfasilitasi umat Islam yang ingin merealisasikan ide itu,” tambahnya.
Lebih lanjut dia menegaskan bahwa MUI tidak bisa langsung terjun dalam ranah-ranah eksekusi, seperti harus mendirikan TV, berdakwah secara praktis, dan lain-lain. MUI hanya bisa mendorong dan mengembangkan ide-ide strategis yang dibutuhkan untuk pembinaan dan pencerdasan umat Islam.
Selain itu disebutkan pula bahwa mendirikan TV bukan langkah yang mudah, sekalipun bukan tidak mungkin untuk diwujudkan.
“Mau mendirikan TV itu mudah, tinggal melengkapi persyaratan izinnya. Namun kita sering kewalahan ketika harus mengembangkannya,” jelasnya.
Bagi Cholil, TV merupakan unit usaha yang tentu tidak bisa beroperasi tanpa dukungan materi yang memadai. Pendirian TV bisa terlaksana jika elemen strategis dalam masyarakat Muslim memiliki satu kesepakatan bersama bahwa TV ini perlu untuk didirikan.
Hal semacam ini tentu tidak bisa dilimpahkan secara mutlak kepada MUI. Perlu ada sinergitas umat. Oleh karena itu, Cholil memberikan peluang kepada ormas Islam untuk duduk bersama merespon usulan hasil pertemuan MUI Se-Sumatera. Sebab dengan kebersamaan ormas Islam, sesuatu yang berat dapat menjadi ringan karena problem besar itu dipikul secara bersama-sama.
Sebagaimana diketahui, beberapa hari lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Se-Sumatera mengusulkan kepada MUI Pusat untuk mendirikan stasiun televisi bernuansa religius untuk mengantisipasi perkembangan media elektronik yang dapat merusak akidah moral Islam.
Salah satu hasil rumusan silaturahim umat Islam Se-Sumatera yang berakhir di Asrama Haji Medan kala itu, MUI Sumatera juga meminta kepada pemerintah c/q KPI untuk melarang siaran televisi yang menyiarkan pornografi, pornoaksi, maupun siaran yang merusak akidah dan siaran infortainment menyebar fitnah.
Usulan pendirian TV itu ditandatangani 7 Ketua MUI, yakni Prof Dr H Wajul Walidin Ak MA (NAD), Prof Dr H Mohd. Hatta (Medan), Prof Dr Hj Hayati Nizar (Sumbar), Mahfuzah Ismail S.Ag (Riau), H Mohd Ali AR (Kepri) dan H Abrar Zym S.Ag (NAD), serta Ketua Tim Perumus Dr H Maratua Simanjuntak didampingi sekretaris Drs H Syuaibun M.Hum. [mam/www.hidayatullah.com]