Jumat, 14 Januari 2011

Membantu Anak Belajar Matematika...

JAKARTA, KOMPAS.com - Banyak orang tua merasa sulit mengajari anak-anak mereka belajar matematika. Entah karena merasa tidak bisa atau sudah keburu alergi dengan mata pelajaran yang satu ini, orang tua, terutama ibu, lebih memilih anak-anaknya belajar matematika seutuhnya melalui kursus atau les dan juga menekankan mengerjakan pekerjaan

rumah lebih banyak lagi. Padahal, ibu bisa mencoba melatih kemampuan matematika anak melalui pengalaman kehidupan sehari-hari.

Head of Student and Alumni Affairs Sampoerna School of Education (SSE) Sulandjari Rajardjo mengatakan kehidupan ibu sehari-hari tak lepas dari matematika, contohnya ketika belanja atau bahkan ketika membuat suatu masakan dan kue. Ibu bisa mencoba melatih daya matematika anaknya melalui kegiatan sehari-hari ini. "Ya harus mulai dilatih terus-menerus," ungkapnya kepada Kompas.com, Sabtu (23/10/2010).

Salah satu guru matematika dari SDK Penabur 6 kelapa Gading Tinneke juga mengatakan matematika sudah cukup rumit, namun jangan ditambah rumit dengan metode belajar yang membosankan. Oleh karena itu, di sekolah, Tinneke juga memasukkan cerita kehidupan sehari-hari dalam mengajar matematika. "Kita juga pake cerita yang lucu-lucu supaya anak-anak itu tertarik. Misalnya saya cerita 'anak-anak, tadi ada tetangga ibu yang minta ini, minta segini, tapi ibu punyanya segini'. Jadi mereka ikut antusias pada apa yang terjadi."

"Trus kita minta, tolong bantu ibu hitung ini ya, jadi mereka tertarik. Sesuai konteks. Ajak dulu mereka memberikan gelombang supaya mereka tertarik dan ngikut guru untuk masuk ke materi," ungkap guru yang membawa dua timnya ini dalam Competition of Mathematics (Comath) 2010 yang digelar STKIP Kebangkitan Nasional SSE.

Baik Sulandjari maupun Tinneke menekankan pola asuh dan pola didik sebagai salah satu faktor penting untuk melatih kemampuan matematika seorang anak. Pasalnya, anak yang terbiasa dilatih, akan memiliki kemampuan yang makin baik pula. Di sekolah belajar, di rumah dilatih pula dengan cara yang sangat menarik, tentu anak-anak tak akan pernah merasakan lagi betapa menakutkannya matematika...

Selasa, 11 Januari 2011

Pelajar Harus Fokus ke UN, Bukan Pilkada


YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta meminta pelajar yang menjadi pemilih pemula pada Pemilu kepala daerah kota tersebut agar tetap fokus pada persiapan ujian nasional (UN) dan bukan terbawa arus pada pelaksanaan Pilkada.

"Kami telah meminta kepala sekolah untuk tetap mengkondisikan hak politik siswa, tetapi siswa tetap diminta untuk konsentrasi pada persiapan ujian nasional," kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta Edy Heri Suasana di Yogyakarta, Senin (10/1/2011).

Menurut dia, suasana politik di Kota Yogyakarta akan mulai memanas sekitar April atau bersamaan dengan pelaksanaan UN, khususnya untuk jenjang sekolah menengah atas (SM)/sederajat yang akan digelar pada 18-21 April 2011 mendatang."Siswa di kelas XII diminta tetap konsentrasi menghadapi UN," kata Edy. Pada UN 2011, Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta memasang target adanya peningkatan jumlah kelulusan meskipun tidak akan bisa mencapai kelulusan 100 persen.

"Banyak variabel yang mempengaruhi tingkat kelulusan, misalnya jumlah sekolah, kondisi siswa dan tentunya kondisi lingkungan, termasuk politik yang tengah terjadi di Kota Yogyakarta," katanya.

Selain meminta siswa melalui masing-masing kepala sekolah untuk tetap menjaga konsentrasi belajar, Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta juga akan menggelar sejumlah persiapan seperti pendalaman materi soal. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga DIY juga berencana menggelar tiga kali pendalaman materi serta masing-masing sekolah juga akan melakukan pendalaman materi.

"Bahkan, di sejumlah sekolah, juga telah melakukan tes untuk penjajagan nilai ujian nasional," kata Edy.

Minggu, 09 Januari 2011

80 Persen Anak Indonesia Berpikiran Negatif

JAKARTA, KOMPAS.com — Hasil survei Pusat Inteligensia Kesehatan Kementerian Kesehatan menyatakan, mayoritas anak Indonesia berpikiran negatif yang dikategorikan sebagai pola pikir tidak sehat.
"Sebanyak 80 persen dari 3.000 responden menggambarkan cara berpikir negatif atau mental block. Ini adalah bentuk kegagalan pertumbuhan otak dari kecil," kata Kepala Subbidang Pemeliharaan dan Peningkatan Kemampuan Inteligensia Anak Kemenkes Gunawan Bam seusai temu media di Gedung Kemenkes, Jakarta, Jumat kemarin.

Pusat Inteligensia Kesehatan melakukan survei terhadap anak sekolah, dari tingkat SD hingga SMA, untuk mengetahui kondisi perkembangan otak anak Indonesia.

Kondisi pikiran yang serba negatif itu, ujar Gunawan, sebagai salah satu akibat dari "keracunan otak" akibat ulah orangtuanya. "Kondisi yang tidak kondusif. Orangtua pemarah bisa berpengaruh langsung ke kondisi kesehatan otak anak," katanya.

Ia mencontohkan, jika orangtua berbohong atau marah kepada anak, hal itu dapat menyebabkan otak anak menjadi menyusut. Kondisi semacam itu, jika diteruskan, akan mencegah terjadinya pertumbuhan otak normal.

"Ini adalah bentuk kegagalan dari kecil. Sama seperti anak tidak matang dalam merasa, meraba, melihat," ujar Gunawan.

Namun, ia mengatakan, hal itu bukannya tidak dapat diperbaiki. Beberapa perbaikan sensomotorik dapat dilakukan untuk kembali meningkatkan kesehatan dan perkembangan otak.

Kemenkes juga akan melakukan brain assessment kepada pegawai pemerintahan bekerja sama dengan Kementerian Aparatur Negara.

"Mudah-mudahan tahun ini akan kita mulai. Paling tidak akan kita awali tahun ini," kata Kepala Pusat Inteligensia Kesehatan Kemenkes dr Kemas M Akib Aman, SpR, MARS.

Tiga instrumen yang diamati dalam brain assessment itu adalah neuro-behaviour, psikologi dan psikiatri.

Metode yang dikembangkan Pusat Inteligensia Kesehatan ini telah divalidasi pada sejumlah responden di sembilan provinsi, yaitu Sumatera Barat, Nanggroe Aceh Darussalam, DI Yogyakarta, Jawa Barat, Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, Maluku, dan Nusa Tenggara Barat.

Sabtu, 08 Januari 2011

Inovasi Teknologi, Indonesia Ranking 36

JAKARTA, KOMPAS.com — International Workshop on Digital Imaging (Iwait) 2011 dibuka pada Jumat (7/1/2011) ini di Hotel Santika Premiere, Jakarta. Hadir dalam pembukaan acara tersebut Menristek Suharna Surapranata serta ketua penyelenggara, Dr PM Winarno.
Dalam sambutannya, Suharna mengungkapkan pentingnya acara pertemuan tersebut untuk meningkatkan pengetahuan tentang perkembangan teknologi dan inovasi, serta mengungkapkan peluang digelarnya acara ini. Ia menyinggung posisi Indonesia dalam bidang inovasi yang kini meningkat dari posisi 47 tahun 2008 ke posisi 36 pada 2010.

"Peluang utama kita adalah memiliki networking dengan peneliti di bidang imaging ini di luar negeri. Nantinya mungkin bisa ditindaklanjuti dengan joint research atau kegiatan lainnya," ujar Winarno.

Menurutnya, potensi Indonesia dalam bidang teknologi citra termasuk tinggi. Hal tersebut terbukti dari hasil magang atau penelitian mahasiswa Indonesia di luar negeri.

"Banyak profesor di luar negeri mengacungi jempol pada mahasiswa Indonesia," katanya.

Adapun Iwait 2011 diselenggarakan berkat peran serta Universitas Media Nusantara (UMN). Workshop tersebut diikuti oleh 150 peserta. Sayangnya, hanya 10-12 peserta saja yang berasal dari Indonesia. Jumlah keseluruhan paper yang dipresentasikan mencapai 160, dan 15 di antaranya berkaitan dengan 3DTV (Free Point TV).

Jumat, 07 Januari 2011

Matematika dan Guru yang Membosankan

SOLO, KOMPAS.com — Sistem pembelajaran Matematika di sekolah menengah pertama (SMP) sampai saat ini dinilai cenderung text book oriented. Matematika kurang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan belum sesuai dengan harapan masyarakat."Pembelajaran sistem ini cenderung abstrak
sehingga konsep akademik sulit dipahami dan hasilnya belum sesuai harapan," kata Prof Sutama di Solo, Kamis (6/1/2011), yang akan dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Administrasi Pendidikan di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) pada Sabtu (8/1/2011).

Ia mengatakan, kesenjangan lain di lapangan, guru dalam mengajar Matematika kerap kurang memerhatikan kemampuan awal siswa. Guru tidak melakukan pengajaran bermakna dengan metode pengajaran yang kurang variatif dan terkesan membosankan.

"Akibatnya, motivasi belajar siswa sulit ditumbuhkan dan pola belajarnya cenderung menghafal," tegasnya.

Sutama menuturkan, kenyataan tersebut juga didukung data dari Direktorat Jenderal Pendidikan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PMPTK), yang menyatakan hingga tahun 2009 baru sebanyak 347.300 guru yang memenuhi kompentensi sehingga layak disebut sebagai guru yang profesional. Secara keseluruhan, baru sekitar 13,32 persen guru dari jumlah total guru di semua jenjang (2.607.311) yang dinyatakan kompeten atau profesional.

Lebih lanjut ia mengatakan, hasil kajian PMPTK tahun 2009 (data lulusan sertifikasi kuota tahun 2006/2007 dan 2008) menunjukkan peningkatan kinerja guru yang telah lulus sertifikasi, baik melalui penilaian portofolio maupun PLPG belum signifikan. Namun, secara umum peningkatan kompetensi guru yang lulus sertifikasi melalui PLPG sedikit lebih meningkat dibanding kompetensi guru yang lulus sertifikasi melalui penilaian portofolio.

Kamis, 06 Januari 2011

Pimpinan Sekolah Diminta Cek HP Siswa


SUMENEP, KOMPAS.com - Pimpinan sekolah di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, diminta mengecek telepon genggam (hand phone) milik para siswanya masing-masing untuk mengantisipasi dijadikannya sarana komunikasi tersebut menjadi tempat penyimpanan video mesum. Hal itu terkait peredaran video mesum yang diduga dilakukan oleh pelajar salah satu sekolah menengah atas (SMA) setempat.
Demikian diungkapkan Bupati Sumenep A Busyro Karim, Rabu (5/1/2011) ketika dimintai komentarnya.

"Siapa pun pelakunya di video mesum tersebut, pelajar yang merupakan generasi penerus bangsa sangat tidak pantas untuk menyimpan video adegan mesum, karena akan meracuni pikiran," papar Busyro.

Ia mengatakan, pimpinan sekolah memiliki kewajiban moral mengawasi penggunaan telepon genggam milik siswanya supaya tidak digunakan untuk menyimpan video mesum. Salah satu cara pengawasan yang dilakukan adalah dengan mengecek langsung telepon genggam tersebut secara mendadak.

"Saat ini tidak mungkin melarang siswa membawa telepon genggam, karena memang merupakan sarana komunikasi. Oleh karena itu, pengawasan yang ketat atas telepon merupakan hal yang paling memungkinkan dan memang harus dilakukan oleh pimpinan sekolah," tegas Busyro.

"Melakukan adegan mesum di luar ikatan pernikahan adalah perbuatan terkutuk. Apalagi, adegan mesum tersebut direkam dan kemudian beredar melalui telepon genggam," ucapnya.

Sebelumnya, video mesum yang diduga dilakukan pelajar (perempuan) salah satu SMA di Sumenep sempat beredar melalui telepon genggam. Dalam rekaman berdurasi enam menit lebih itu, perempuan tersebut terlihat mengenakan seragam sekolah.

Sabtu, 01 Januari 2011

Maaf, Tak Ada Lagi UN Ulang!


JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) 2011, beberapa perubahan mendasar di antaranya tak ada lagi UN ulang. Bagi yang tidak lulus, UN tetap bisa mengikuti ujian paket C untuk siswa SMA.
masuk perguruan tinggi,” kata Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh, Kamis (30/12/2010).

Perubahan lainnya, nilai akhir kelulusan siswa dihitung dengan menggabungkan nilai UN dengan nilai ujian akhir sekolah (UAS). Formulanya, 60 persen untuk bobot nilai UN dan 40 persen nilai UAS.

”Prestasi siswa selama kelas I, II, dan III akan diperhitungkan untuk kelulusan siswa,” kata Nuh.

Melalui pembobotan tersebut, kata Nuh, siswa akan lulus meski nilai UN-nya 4 untuk mata pelajaran tertentu, tetapi hasil UAS harus mendapat nilai minimal 8.

”Sebaiknya nilai ujian nasional yang diraih siswa tidak minimal sehingga nilai ujian sekolah yang harus dicapai siswa tidak terlalu besar untuk meraih kelulusan,” kata Nuh.

Menanggapi perubahan formula UN 2011, Direktur Eksekutif Institute for Education Reform di Universitas Paramadina Mohammad Abduhzen menilai, pemerintah sebenarnya hanya mengulang format lama dan tak ada perubahan mendasar.

”Ini perubahan ala kadarnya saja karena sejak awal pendirian pemerintah itu UN harus ada,” ujarnya.

Abduhzen menilai, UN bukan satu-satunya cara untuk memetakan mutu pendidikan karena hasil belajar siswa hanya salah satu komponen pengukur. Masih ada komponen lain, seperti kualitas guru dan sarana belajar yang harus ditingkatkan. (LUK)